Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah, melalui penasihat hukumnya menegaskan bahwa keberatan menanggung perkara aliran dana BI secara pribadi karena keputusan Dewan Gubernur BI menyangkut masalah itu bersifat kolegial.
"Waktu pemeriksaan pertama sudah dinyatakan keberatan, tapi pemeriksaan tetap berlangsung," kata penasihat hukum Burhanuddin, Panji Prasetyo, Kamis, setelah mendampingi kliennya dalam pemeriksaaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis.
Burhanuddin kini berada di rutan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Bareskrim Mabes Polri), setelah petugas KPK membawanya ke tempat tersebut dari Gedung KPK sekira pukul 15.00 WIB.
Panji menegaskan, kliennya telah menyatakan sikap itu sejak awal pemeriksaan sebagai tersangka.
Selama pemeriksaan, menurut Panji, Burhanuddin selalu menyampaikan fakta yang terjadi di lingkungan BI.
Panji memeberi contoh, Burhanuddin telah menjelaskan mekanisme Rapar Dewan Gubernur (RDG), baik tata cara maupun mekanisme pengambilan keputusan.
"Ini keputusan lembaga," kata Panji.
Pada pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 09.30 WIB itu, menurut Panji, tim penyidik KPK masih bertanya soal RDG terkait pencairan dana BI.
Burhanuddin nampak tenang dan menebar senyum ketika memasuki mobil tahanan. Namun, dia tidak memberikan jawaban apa pun terhadap pertanyaan para wartawan yang mengerumuninya.
Panji menjelaskan, tim penasihat hukum belum mengetahui pasal yang dikenakan terhadap kliennya itu.
"Sampai sekarang belum jelas pasal mana yang dituduhkan pada Pak Burhan," kata Panji.
Kemudian, Panji juga menegaskan, belum mengerti perbuatan Burhanuddin yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia, yaitu Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI, Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Ketiga tersangka itu telah ditahan.
Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar.
Oey menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka.
Sedangkan uang senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.
Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008