Yogyakarta (ANTARA News) - Keinginan calon independen atau perorangan untuk bisa maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) masih akan menemui jalan buntu, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sujito MSi.
"Itu terjadi karena pemerintah maupun parlemen masih belum kooperatif, dan bahkan `menggantung` atau menunda-nunda regulasi yang mengatur tentang mekanisme calon independen," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Ia mengatakan, sampai saat ini perangkat hukum dari pemerintah maupun parlemen guna mengatur mekanisme calon independen belum ada. "Ini seperti sengaja digantung, karena sampai sekarang pun belum ada inisiatif untuk membuat regulasi tersebut," katanya.
Menurut dia, sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa calon independen boleh ikut pilkada, peluang memang sudah terbuka.
"Namun, hal tersebut ternyata tidak diikuti dengan niat baik dari pemerintah maupun parlemen, yaitu dengan membuat regulasi atau undang-undang yang mengatur tentang mekanisme calon independen," katanya.
Kata Arie, apalagi parlemen yang berasal dari parpol, tentu akan menilai calon independen merupakan kompetitor baru.
"Karena itu, yang dapat dilakukan calon independen saat ini adalah menggalang kekuatan yang berbasis massa kuat guna mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan regulasi tentang mekanisme calon independen," katanta.
Ia mengatakan, sebenarnya calon independen dapat memberi warna baru dalam demokrasi lokal, sehingga pemerintah tidak perlu khawatir dengan keberadaan calon independen, apalagi saat ini pilkada dipilih langsung oleh rakyat.
Menurut Arie, calon independen tidak dapat mendesak Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), karena selama ini KPUD hanya sebagai pelaksana teknis, dan tidak memiliki kewenangan membuat regulasi, apalagi sampai menerima pencalonan dari perseorangan (calon independen). "KPUD tidak akan bisa berbuat apa-apa, karena memang aturan hukumnya tidak ada," katanya.
Kata dia, yang bisa dilakukan calon independen adalah mendesak agar aturan tersebut segera diwujudkan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008