Yangon (ANTARA News) - Pemerintah militer Myanmar, Kamis, memperingatkan kedutaan besar asing untuk tidak mendukung partai pro-demokrasi Aung San Suu Kyi menjelang referendum UU yang akan dilakukan oleh negara itu bulan depan. Peringatan yang dikeluarkan oleh harian resmi Myanmar, "New Light" itu muncul setelah rezim itu mengumumkan bahwa referendum akan diselenggarakan pada 10 Mei. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NDL) pimpinan Aung San Suu Kyi mendesak para pemilih untuk menolak konstitusi (UU), yang mereka sebut tidak akan membawa demokrasi ke negara itu, dimana sejak tahun 1962 telah diperintah militer. "Sejumlah kekuatan asing, dengan tujuan untuk campur tangan dalam urusan dalam negeri Myanmar, saat ini ... memberikan bantuan dan menghasut sejumlah partai politik lokal untuk mendestabilkan negara itu," kata media itu. "Sejumlah diplomat dari beberapa kedutaan besar asing tertentu di Yangon secara teratur mengunjungi NDL (kantor pusat), melakukan perundingan dan memberikan perintah untuk melukai kepentingan negara dan rakyat," kata media itu. Media itu, yang menjadi corong pemerintah, tidak menyebutkan satu nama negara pun, namun mengatakan bahwa diplomat asing telah mengunjungi kantor NDL sebanyak 19 kali bulan lalu. "Kedutaan Besar harus menghentikan aktivitas seperti itu," kata media itu. Junta yang memerintah mengatakan bahwa UU baru akan membantu menciptakan "demokrasi yang penuh disiplin", dengan pemilihan umum multipartai yang disiapkan pada 2010. Namun kritik mengatakan bahwa UU akan memberi jenderal sebuah kekuasaan dominan di pemerintah, bahkan setelah pemilihan umum. Aung San Suu Kyi membawa NDL memenangkan pemilihan umum secara mayoritas pada 1990, namun kemenangan mereka tidak pernah diakui oleh rezim itu. Pemenang Nobel Perdamaian itu telah melewatkan 12 tahun dari 18 tahun terakhirnya dalam tahanan rumah. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008