Saya menengarai ini ada persaingan bisnis antarpenyedia benih
Jakarta (ANTARA) - Aliansi Petani Indonesia (API) menengarai kriminalisasi yang terjadi pada Munirwan, petani kecil pemulia benih asal Aceh dipicu persaingan bisnis.
"Saya menengarai ini ada persaingan bisnis antarpenyedia benih," kata Ketua Departemen Penataan Produksi Koperasi dan Pemasaran API M Rifai, di Jakarta, Kamis.
Bersama elemen lain, API angkat suara menyikapi kriminalisasi yang menimpa Munirwan, terkait dugaan peredaran benih padi IF8 yang belum tersertifikasi.
Rifai menjelaskan kemungkinan persaingan bisnis dari kriminalisasi Munirwan bisa saja karena yang bersangkutan mampu mengembangkan varietas padi yang terbukti unggul itu.
Apalagi, benih padi IF8 yang dikembangkan Munirwan sempat membawa Meunasah Rayeuk mendapat penghargaan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dengan produksi mencapai 11 ton per hektare.
Menurut dia, selama ini pemerintah memiliki penangkar-penangkar benih, belum termasuk para pemulia benih yang menjadi partner kalangan industri benih.
"Industri-industri benih yang ada di Indonesia ini enggak punya lahan. Jadi, mereka mengajak partner petani-petani melalui kontrak farming," ucapnya.
Dari kerja sama itu, kata dia, para perusahaan benih membelinya kemudian diedarkan kembali ke kalangan petani.
"Meskipun katanya pemerintah melindungi petani, penangkar (benih) legal, saya meyakini di balik itu ada perusahaan besar yang memang terjadi persaingan usaha itu," ujarnya.
Bagi industri benih skala besar, kata Rifai, para petani pemulia benih menjadi ancaman tersendiri jika sistem benih petani benar-benar dijalankan.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh menetapkan Munirwan, Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, sebagai tersangka setelah perusahaan miliknya memperdagangkan benih padi IF8 yang belum bersertifikat.
Perbuatan tersebut dianggap melanggar Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budi daya tanaman yang menyebutkan hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas dilarang diedarkan.
Serta Pasal 60 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 yang menyebutkan mengedarkan hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas sebagaimana Pasal 12 diancam pidana lima tahun penjara dan denda Rp250 juta.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019