Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Pengelolaan Sampah, melarang impor sampah dan mengancam pelanggarnya dengan hukuman yang sangat berat.
"Dengan Undang-Undang Sampah, impor sampah resmi dilarang. Karena kalau tidak dilarang, bisa-bisa Indonesia menjadi lumbung sampah," kata Ilyas Asaad, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Penataan Lingkungan, di Jakarta, Kamis.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sampah telah disetujui oleh DPR-RI dalam Sidang Paripurna yang digelar Rabu (9/4) kemarin.
Ketentuan hukum yang baru ini mengatur berbagai aspek pengelolaan sampah, mulai dari pengurangan timbunan sampah lewat konsep 3R
(reduce, reuse, recycle), penanganan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kewajiban produsen tentang kemasan yang bisa terurai, dan pelarangan impor sampah.
UU Sampah ini menegaskan bahwa semua orang dilarang mengimpor sampah, dan pelaku impor sampah diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun paling lama 9 tahun penjara, serta denda minimal 100 juta rupiah dan paling banyak 3 miliar rupiah.
Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar memuji UU Sampah ini sebagai aturan hukum yang lebih tegas dalam penjatuhan sanksi.
"Di Undang-Undang ini sudah pakai kalimat `paling sedikit` bukan lagi `paling lama`, sehingga saya nilai sebagai ancaman hukuman yang revolusioner, selain juga mengatur tindak pelanggaran di tingkat korporasi," Rachmat Witoelar.
"RUU Pengelolaan Sampah ini merupakan revolusi pengelolaan sampah, dan diharapkan tidak lama lagi masyarakat akan mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat," katanya.
UU yang terdiri atas 18 bab dan 49 pasal ini mulai "digodok" di DPR sejak tahun 2007. "Dengan adanya UU Sampah, diharapkan bakal ada perubahan dari sikap kita terhadap sampah," ujarnya.
Masih menurut Rachmat, aturan hukum tentang sampah ini berusaha mengubah paradigma masyarakat tentang sampah. "Sampah bukan lagi barang yang dipandang harus segera dibuang, tapi menjadi suatu berkah," katanya.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008