Jakarta (ANTARA News) - Jika melihat fungsinya sebagai sumber informasi, alat bukti sejarah, alat pembayaran, bahkan bukti kedaulatan suatu bangsa, perayaan hari filateli tahun ini terasa terlalu sederhana.
Padahal sejarah mencatat, prangko dan filateli telah berperan besar mempertautkan bangsa-bangsa di dunia.
Sejak penerbitan prangko pertama di dunia pada 6 Mei 1840, sejarah komunikasi antar bangsa di dunia memasuki babak baru yang lebih progresif. Dan dalam perkembangannya prangko, filateli dan pos terbukti telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kehidupan umat manusia di seluruh dunia.
Prangko dan benda pos bukan hanya menjadi alat komunikasi bagi pengirim dan penerima surat, namun juga lambang persaudaraan dan penebar harapan bagi umat manusia.
Meski kini masyarakat global telah memiliki beragam saluran komunikasi --yang lebih praktis seperti telepon, email, layanan pesan singkat (SMS) dan layanan multi media (MMS) melalui telepon genggam-- dan kian jarang berkirim surat melalui jasa pos, hal itu tidak membuat filateli lantas mati.
Jumlah penggunaan prangko memang kian sedikit. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, sebagai instansi pemerintah yang memegang hak menerbitkan prangko, kini hanya mencetak sekitar 300.000 sampai 500.000 keping setiap seri prangko, padahal pada era 1980-an, satu seri perangko bisa dicetak antara 1-2 juta keping.
Namun bagi banyak kalangan, dunia filateli tetap menarik dan karenanya tetap hidup, tak terkecuali di Indonesia. Para pegiat filateli Indonesia tetap banyak, bahkan beberapa di antaranya telah mengharumkan nama bangsa lewat ajang internasional filateli.
Para filatelis Indonesia pernah menyabet juara pada kompetisi mendesain perangko Perserikatan Bangsa-Bangsa "Children Art Competition 2007", mendapatkan sejumlah medali dalam kejuaran filateli di Taiwan (2008), dan pada Oktober 2008 nanti, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pameran Filateli Internasional 2008.
Hari Filateli Indonesia, yang jatuh pada 29 Maret juga tetap diperingati oleh komunitas filateli setiap tahun di Gedung Kantor Filateli, Jl Pos No 2 Pasar Baru Jakarta, meskipun dalam suasana yang teramat sederhana.
Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), organisasi berdiri sejak masa Hindia Belanda (1922) tak bosan mengampanyekan kegiatan berkirim surat.
"Kita tak bosan-bosan mengajak agar generasi muda agar mencintai prangko dan tetap memupuk kebiasaan berkirim surat," kata Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Filatelis Indonesia, Letjen (Purn) Soeyono di hadapan 100 peserta Perayaan Hari Filateli Indonesia, yang kebanyakan siswa Sekolah Menengah Atas.
Dalam acara yang tema
fun e easy dilakukan pula Penandatanganan Sampul Peringatan (SP) dengan penerbitan perangko Jelang Jakarta 2008 seri ke II, diskusi dan lelang perangko.
Soeyono mengatakan bahwa berkirim SMS bukanlah tabiat buruk, namun kebiasaan berkirim surat juga harus terus dipelihara.
"Berkirim surat akan menjadikan kita terbiasa menyusun kata-kata dengan struktur yang baik. Menyampaikan buah pemikiran dengan runtut, menyampikan pendapat dengan santun, tidak susah memuji orang," katanya.
"(Berkirim surat juga akan) melatih manusia untuk tidak gampang mencerca sesama," tambahnya.
Oleh karena itu PFI, organisasi yang semula bernama "Postzegelverzamelaars Club Batavia" (Klub Filatelis Batavia), semakin kerap menggelar kampanye menulis dan berkirim surat melalui pos, terutama kepada generasi muda. Rangkaian pameran filateli, pembinaan kepada para filatelis, diskusi dan lelang perangko, juga dilakukan demi melestarikan filateli.
"Saat ini kita tengah menggalang dana bagi kegiatan Pameran Filateli Internasional 2008 di Jakarta International Trade Center, Mangga Dua Square, 23 Oktober mendatang."
Masih menarik
Lahirnya prangko memang telah menimbulkan hobi baru, yang kemudian secara populer dikenal dengan sebutan filateli. Selanjutnya terbentuklah perkumpulan-perkumpulan kolektor prangko atau filateli di seluruh dunia.
Hobi filateli pernah dijuluki sebagai "the kings of the hobby" (rajanya hobi). Namun kini ada yang mengkhawatirkan bahwa hobi filateli akan semakin dilupakan, karena penggunaan prangko semakin sedikit.
Pada perayaan hari filateli baru-baru ini penjualan koleksi perangko juga kurang diminati. Namun, menurut pegiat Filateli Berthold Sinaulan, semakin sedikitnya prangko, tidak akan menyebabkan filateli semakin menyusut.
"Hobi mengoleksi sesuatu benda akan semakin meningkat bila jumlah benda yang dikoleksi semakin terbatas. Bendanya menjadi langka, padahal peminatnya banyak. Hal itu menyebabkan nilai bendanya semakin tinggi, dan semakin banyak lagi yang memburu berusaha mendapatkan benda tersebut," katanya.
Karena itu, prangko kini bukan saja telah menjadi alat komunikasi tapi juga barang investasi, yang diburu oleh kolektor dan pebisnis.
"Masa depan filateli tetap cerah. Hobi itu tak akan ditinggalkan orang, walaupun mungkin suatu saat prangko sudah tak diterbitkan lagi. Tapi makna yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana menggiatkan kembali budaya berkirim surat," ujarnya.
Masalahnya, sebagaimana diungkapkan oleh salah satu peserta dialog "Perayaan Hari Filateli Indonesia", kini semakin sulit menemukan prangko di warung-warung kecil.
"Kenapa perangko tidak lagi dijual di warung-warung kecil?" tanya Kiki, pelajar SMK 27 Jakarta dengan gaya bicaranya lugas.
Semakin sulitnya mencari benda-benda pos di lingkungan mereka, menjadi salah satu sebab semakin jarangnya generasi muda yang memiliki sahabat pena.
Sinaulan mengakui filateli saat ini telah menjelma sebagai hobi. Namun hobi filateli tidak hanya bersikap rekreatif, melainkan hobi yang menambah wawasan.
Budi, salah satu kolektor besar prangko mengaku bertambah wawasannya karena mengoleksi prangko. Ia menuturkan pengalamannya saat tur ke Amerika dan mengunjungi patung Abraham Lincoln. Tiba-tiba salah satu anggota rombongan bertanya, "Abraham Lincoln ini presiden keberapa?"
"Saya dengan cepat menjawab, presiden Amerika ke-17," kata Budi yang juga berprofesi sebagai pengusaha jamu. "Saya tahu karena saya koleksi semua seri perangko presiden Amerika," kata penerima rekor MURI tahun 2008 sebagai pemilik koleksi terbanyak itu.
Menurut Budi, dengan perangko orang jadi lebih mudah mengingat, hal ini semakin membuktikan bahwa perangko adalah salah satu alat untuk mencerdaskan bangsa.
Hal senada juga diungkapkan Sinaulan. "Ketika saya memiliki koleksi prangko seorang tokoh, saya terdorong mencari data mengenai tokoh bersangkutan, yang pada gilirannya menambah pengetahuan tentang tokoh tersebut."
"Pada prangko flora dan fauna, kita dapat melihat bentuk dan warna tumbuhan atau hewan yang namanya tercetak pada prangko itu. Seringkali prangko mencantumkan juga nama latinnya. Hal itu tentu menambah pula pengetahuan kita."
Seorang guru yang bermukim di Bogor bahkan menggunakan bahan ajar perangko untuk menerangkan fauna di Indonesia.
"Guru ini meletakkan gambar fauna khas Indonesia di atas peta sesuai dengan daerah asalnya," kata Lutfi, kolektor perangko yang berhasil mencatatkan namanya dalam rekor MURI tahun 1998 untuk kategori pemilik tandatangan terbanyak.
Para filatelis yakin kegemarannya mengumpulkan benda pos adalah hobi yang lengkap karena merangkum aspek keasyikan, kepuasan, kesempatan menjalin persahabatan, perluasan wawasan, sarana mendidikan, sekaligus melatih ketekunan, ketelitian, kejujuran, kesabaran dan kreativitas. (*)
Oleh Oleh Dyah Sulistyorini
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008