Surabaya (ANTARA News) - Aktor kawakan era tahun 1970-an, Roy Marten alias Roy Wicaksono (56), meminta majelis hakim untuk membebaskan dirinya, karena dirinya hanya berada di tempat dan waktu yang salah dalam kasus "pesta" sabu-sabu (SS) pada 13 November 2007. "Saya ada di tempat dan waktu yang salah, karena itu saya mohon dibebaskan," kata terdakwa yang dituntut jaksa dengan pidana 3,5 tahun penjara itu dalam sidang pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa. Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Berlin Damanik SH itu, ia menyatakan bila majelis hakim menganggap dirinya bersalah, maka dirinya memohon untuk dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya dan dibantu menjalani perawatan di panti rehabilitasi narkoba. "Begitu banyak kesalahan saya, tapi kesalahan yang paling saya sesali adalah mengenal narkoba. Saya sudah mempermalukan keluarga, teman, dan semuanya, karena itu saya minta maaf," kata suami bintang model Anna Maria itu. Menurut ayahanda aktor muda Gading Marten itu, dirinya sudah ingin melepaskan diri dari narkoba, namun keinginan itu kadang-kadang datang lagi, terutama ketika bertemu lagi dengan pemakai narkoba. "Kapolri memang berhasil menangkap narkoba, tapi pemakai narkoba terus meningkat. Itu karena salah kebijakan, karena selama pengguna dipenjara akan tetap `pake` (memakai narkoba). Saya ingin rehabilitasi," katanya Dalam sidang pembelaan itu, Roy tidak hanya menyampaikan pembelaan secara pribadi, namun pembelaan juga dikemukakan penasehat hukumnya yang dikoordinir adik kandungnya sendiri yakni Chris Salam SH. "Kalau keterangan para saksi diperhatikan, saksi Didit dan Hong Kho Hong mengaku tidak melihat Roy Marten mengisap sabu-sabu, tapi saksi Freddy Mattatula dan Windayati mengaku justru melihatnya," kata anggota penasehat hukum, Sunarno Edy Wibowo SH MHum. Adanya keterangan yang berbeda itu, katanya, berarti keterangan para saksi itu meragukan, karena itu tidak dapat dijadikan landasan untuk menuntut Roy, apalagi tidak ada barang bukti yang ditemukan dari terdakwa. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Surabaya (1/4) telah menuntut terdakwa dengan pidana tiga tahun enam bulan (3,5 tahun), denda Rp10 juta, biaya perkara Rp5.000, dan barang-barangnya disita sebagai barang bukti, yakni dua "handphone" dan seperangkat alat hisap. Tuntutan itu didasarkan pada dakwaan primer yang tak terbukti yakni pelanggaran pasal 71 ayat (1) jo pasal 60 ayat (2) UU 5/1997 tentang Psikotropika (bersekongkol menyalurkan), namun dakwaan subsidair terbukti yakni pasal 71 ayat (1) jo pasal 62 UU 5/1997 (bersekongkol memiliki/menyimpan), dan dakwaan lebih subsidair terkait pasal 65 UU 5/1997 (tidak melaporkan penyalahgunaan psikotropika). (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008