Jakarta (ANTARA News) - Salah seorang tokoh kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga anggota Komisi III DPR RI, Imam Anshori Saleh, menyatakan bahwa surat pencopotan Muhaimin Iskandar dari posisinya sebagai Ketua Umum DPP PKB lahir setelah melalui pertimbangan matang, baik itu dari aspek yuridis maupun politis.
"Tentunya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah mempertimbangkan masak-masak dari berbagai aspek, utamanya yuridis dan politis. Dan tentu saja sedikit banyak hal ini akan mengganggu kinerja partai ke depan," katanya kepada ANTARA News, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan hal itu menanggapi keluarnya surat resmi pencopotan Muhaimin Iskandar dari jabatan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB yang dikeluarkan pihak DPP PKB, Senin awal pekan ini.
Surat bernomor 3075/DPP-02/IV/A.I/IV/2008 tertanggal 07 April itu, ditandatangani Ketua Umum Dewan Syuro KH Abdurrahman Wahid dan Sekretaris H. Muhyidin Arubusman, dan Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz, Ali Masykur Musa, bersama Sekretaris Jenderal (Sesjen) Zannuba A.C. Wahid (Yenny Wahid).
Imam Anshori Saleh mengatakan, bagi partainya, posisi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu amat penting dan vital.
"Bagi PKB, mungkin itu (pencopotan Muhaimin Iskandar) merupakan pilihan terbaik. Dan yang jelas, PKB itu identik dengan Gus Dur. Jadi, siapa pun Ketua Umumnya, asal masih ada Gus Dur, tidak akan mengurangi pemilih setiap kami," katanya.
Anggota legislatif yang mantan wartawan ini mengharapkan, mudah-mudahan semua pihak dapat segera menerima keputusan DPP PKB. "Ini penting, agar masalahnya tidak berlarut-larut. Sebab, kalau berlarut, pihak luar yang akan ambi untung," kata Imam Anshori Saleh mengingatkan.
Sementara itu, mengenai isu surat pencopotan tersebut, intinya menjelaskan kronologi pencopotan Muhaimin Iskandar.
Dalam surat itu, DPP juga memberikan mandat kepada Ali Masykur untuk menjalankan tugas dan tanggungjawab Ketua Umum sampai terpilihnya Pejabat Sementara (Pjs).
Surat tersebut juga dilampiri AD/ART PKB Bab V pasal 22 mengenai lowongan antar-waktu. Dalam ayat 1 disebutkan,a lowongan antar-waktu terjadi karena meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
Pada ayat 2 dijelaskan pemberhentian sementara personalia dewan pengurus partai hanya dapat dilakukan melalui rapat pleno DPP berdasarkan alasan-alasan yang kuat secara organisatoris dan tidak bertentangan dengan AD/ART, putusan forum-forum permusyawaratan partai, dan peraturan partai. (*)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008