Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menerbitkan peraturan baru mengenai ekspor beras untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan beras di dalam negeri dan kebutuhan untuk ekspor. "Tadinya (ekspor beras) bebas, siapapun memiliki PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) bisa (melakukan) ekspor. Sekarang kita terpaksa melakukan pengaturan, bukan untuk menggenjot ekspor, tapi untuk mengunci jangan sampai di dalam negeri kurang," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan, Diah Maulida, di Jakarta, Selasa. Diah mengaku tidak mengetahui potensi ekspor beras mengingat data produksi beras khusus yang selama ini diekspor ada di Departemen Pertanian. "Belum ada proyeksi ekspor karena kita belum tahu data dari Deptan yang diekspor selama ini produksinya berapa. Kalau hanya dari data ekspor tidak bisa melihat persisnya potensinya," jelasnya. Selama ini, lanjut Diah, jenis-jenis beras yang diekspor adalah ketan hitam, beras organik dan benih. "Nanti mungkin ada beras yang patahannya nol persen, misal beras Cianjur yang belum tercampur apa-apa dan sangat mahal harganya. Paling berapa sih jumlahnya?" paparnya. Diah mengungkapkan aturan ekspor beras hampir selesai hanya tinggal menentukan nomor pos tarif (HS) jenis-jenis beras yang boleh diekspor. "Untuk beras ketan sudah ada nomor HS-nya tapi seperti beras organik dan beras yang pecah nol persen itu tidak ada HS-nya dan masuk kelompok lain-lain. Jadi, kita mantapkan dulu dengan Bea Cukai agar di lapangan tidak terganggu (pengawasannya)," tutur Diah. Diah memastikan ekspor beras tidak boleh dilakukan sebelum kebutuhan dalam negeri dipenuhi. Oleh karena itu, ekspor beras dibatasi hanya dapat dilakukan oleh Perum Bulog yang sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari Deptan serta melakukan verifikasi. "Jadi, pengaturannya arahnya bukan pada membuka ekspor tapi sebetulnya justru mengunci ekspor yang tadinya bebas menjadi diatur. Apa yang kita kunci? Tentunya beras yang paling dibutuhkan oleh masyarakat tidak boleh lolos sebelum kebutuhan dalam negeri dipenuhi," ujar Diah. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008