Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mempertanyakan pasal 236 c UU Pemerintahan Daerah (Pemda), yang isinya penanganan sengketa pilkada dan wakil kepala daerah dialihkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) "paling lama" 18 bulan setelah UU itu diundangkan. "Kata paling lama itu, bisa jadi besok. Jadi dalam membuat peraturan itu harus dengan pertimbangan yang matang," katanya setelah menghadiri acara HUT Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) ke-55, di Jakarta, Selasa. Sebelumnya dilaporkan, DPR telah melakukan revisi kedua UU Nomor 32/2004 tentang Pemda terkait konflik dan sengketa hasil penghitungan Pilkada dari MA ke MK. Ia mengatakan, seharusnya isi pasal itu bukannya kata "paling lama" 18 bulan, melainkan dijelaskan dengan semua sengketa pilkada yang sudah ada diselesaikan oleh MA, kemudian sengketa yang baru ditangani ke MK. Menurut dia, dalam membuat sebuah UU itu harus jelas dan tepat, karena orang itu membutuhkan kepastian dan konsisten. "Asas negara hukum itu, UU tidak boleh banyak diubah agar orang punya kepastian," katanya. Dalam acara Ikahi itu sendiri, Bagir Manan juga menyindir pemerintah yang memiliki kegemaran membentuk UU hingga fungsi atau kerja MA selalu bertambah-tambah. Ia juga mengatakan, pengalihan penanganan sengketa pilkada tersebut tidak jadi masalah, karena pekerjaan MK tidak terlalu banyak daripada MA. "Kita over load dalam bekerja," katanya. Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK, Jimly Asshiddiqie, menyatakan MK harus siap menangani masalah sengketa pilkada terkait sudah direvisinya UU Pemda. "MK harus siap dan tinggal melaksanakannya saja," katanya. Terkait dengan penanganan sengketa pilkada oleh MK tersebut, ia mengatakan, pelaksanaan tetap dilakukan di Jakarta yang dapat menggunakan teleconference agar masyarakat setempat tidak perlu datang ke Jakarta. "Bahkan permohonan pengajuan sengketa pilkada itu juga, dapat melalui media internet karena sistemnya sudah ada," katanya. Untuk teknisnya sendiri sesuai UU, kata dia, penanganan sengketa pilkada sampai Oktober 2008 masih ditangani oleh MA, kemudian selama Oktober 2008 sampai Oktober 2009 tidak ada pilkada karena terfokus pada pelaksanaan pemilu. "Hal ini berarti MK baru mulai menjalankan tugasnya dalam menangani sengketa pilkada itu, setelah Oktober 2009," katanya. (*
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008