Jakarta (ANTARA News) - Soenarno ketika menjadi Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) pada 2004 mengubah status rumah negara menjadi rumah pribadi, kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan, Haryono Umar di Jakarta, Selasa. KPK menerima laporan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Soenarno itu pada akhir 2007 dan ditindaklanjuti hingga April 2008. Rumah yang diubah statusnya itu beralamat di jalan Senopati nomor 26, Jakarta Selatan. Setelah diklarifikasi oleh KPK, rumah itu berstatus golongan I. "Itu artinya rumah negara yang tidak boleh diambil alih," kata Haryono. Menurut Haryono, Soenarno mengeluarkan SK Nomor 214/kpts/M/2004 pada 29 Maret 2004 tentang perubahan status rumah menjadi golongan II. Pada 6 April 2004, rumah yang diperkirakan bernilai Rp5 miliar itu ditetapkan berubah status menjadi golongan II. Kemudian, rumah tersebut berganti status lagi menjadi golongan III berdasar SK 217/kpts-RN/DM/2004. Setelah menjadi golongan III, rumah tersebut dialihkan menjadi hak milik Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno. Haryono menambahkan, penggantian status rumah negara juga dilakukan terhadap dua rumah dinas pejabat Departemen Kimpraswil yang kini menjadi Departemen Pekerjaan Umum. Dua rumah itu beralamat di Jalan Cipaku VI Nomor 11A, Jakarta Selatan, dan Jalan Penjernihan I Nomor 19F, Jakarta Pusat. Rumah di Jalan Cipaku berganti status menjadi milik Rubini Yusuf, sedangkan rumah di Jalan Penjernihan menjadi milik Rahmat Karnabi. "Sepertinya pejabat di PU," kata Haryono tentang identitas dua orang yang menjadi pemilik kedua rumah itu. Haryono mengatakan telah menjalin kerja sama dengan Menteri PU dan Sekjen Departemen PU untuk mengembalikan status rumah itu menjadi rumah negara. Departemen lain Menurut Haryono, KPK sedang mengkaji pelanggaran hukum dalam pengalihan status rumah negara menjadi milik pribadi di lingkungan Departemen PU tersebut. Haryono menilai, praktik seperti itu diduga juga terjadi di Departemen atau Kementerian lainnya. "Sementara ini sedang dikaji karena kasus seperti ini tidak di PU saja, tetapi di departemen lain juga begitu," kata Haryono. Namun, Haryono tidak menyebutkan institusi apa yang diduga juga melakukan praktik serupa. (*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008