Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan DPR RI meminta Badan Kehormatan (BK) DPR segera menyelidiki dan menindaklanjuti isu "Aliran Dana Bank Indonesia Jilid Dua", kata Ketua BK DPR RI, Irsyad Sudiro, usai bertemu dengan Ketua DPR, Agung Laksono, di Jakarta, Senin malam. Sebagaimana diberitakan ANTARA sebelumnya, isu "Aliran Dana Bank Indonesia (BI) Jilid Dua" ini, ditengarai melibatkan beberapa anggota Dewan, sehubungan dengan pemberian uang saku oleh pihak BI saat perjalanan ke London dan New York. "Akan dicari tahu, apakah hal ini melanggar Tata Tertib (Tatib) atau keluar dari kode etik," tegasnya, setelah rapat konsultasi tersebut. Dalam penyelidikannya nanti, menurutnya, Badan Kehormatan (BK) DPR RI akan memberikan pertimbangan dengan melibatkan sumber tertentu. "Selain itu, juga akan melakukan investigasi isu yang menerpa anggota Dewan. Apa benar kejadiannya seperti itu dan ke mana muaranya," paparnya. Poin lain yang dihasilkan dalam rapat konsultasi tersebut, menurutnya, yakni, apabila terdapat anggota Dewan yang menjadi tersangka korupsi. "Dalam hal ini, pimpinan Dewan dan BK DPR RI akan berpedoman pada azas praduga tak bersalah, hingga sampai ada putusan pengadilan yang mempunyai hukum tetap," tandas Irsyad Sudiro lagi. Jangan Memvonis Tiga hari sebelumnya, Ketua DPR RI HR Agung Laksono, dengan tegas menyatakan, jangan cepat-cepat melakukan tindakan yang terkesan memvonis bersalah kepada anggota Komisi XI DPR RI karena menerima uang saku dari Bank Indonesia. Ia mengatakan itu kepada wartawan, terkait terungkapnya pemberian uang saku oleh Bank Indonesia (BI) kepada empat anggota Dewan saat perjalanan ke London dan New York. "Saya kira hal ini harus diteliti dulu kebenaran persoalannya. Jadi, kita jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan atau melakukan tindakan yang memvonis benar atau salah," tandasnya. Apalagi, menurutnya, mereka yang diundang itu tidak tahu bagaimana status undangan tersebut ke luar negeri. Pembunuhan Karakter Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu kemudian meminta, agar media ikut menjadi sarana untuk mendudukkan persoalan-persoalan seperti ini secara proporsional. "Dan, sebaiknya kalau ada kasus serupa, diverifikasi terlebih dulu, agar tidak menimbulkan kegaduhan dalam DPR RI. Seyogianya jangan langsung dipublikasikan. Karena nantinya ada `misleading`. Saya menyatakan penyesalan mengenai hal itu. Hal ini tidak jauh dari pembunuhan karakter, jadi lebih baik diperjelas dulu," katanya. Ia juga menegaskan, jika masalah itu benar, dirinya tidak akan melindungi. "Tegas saja. Kalau memang terdapat `double account`, dibiayai DPR RI dan Deputi Bank Sentral, itu ditindaklanjuti. Karena keduanya menggunakan sumber keuangan negara," tandasnya. Karena itu, hal ini perlu dilakukan cek ulang. "Iya kan. perlu cek dan `ricek`. Kan bisa tanya kepada pimpinan dan Badan Kehormatan (BK) DPR RI, baru ditindaklanjuti. Dengan demikian secepatnya akan digelar pertemuan dengan BK untuk mengatasi hal itu," ujarnya. Agung Laksono sekali lagi mengharapkan, agar ke depan, seyogianya hal-hal semacam ini jangan langsung dipublikasikan. "Karena itu tadi. Nantinya ada `misleading`. Saya menyatakan penyesalan mengenai hal itu. Hal ini tidak jauh dari pembunuhan karakter," tegas Agung Laksono lagi. Belum Diatur Secara terpisah, Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI, Gayus Lumbuun, mengatakan, sebenarnya, mengenai uang saku itu memang belum diatur. "Baik itu menyangkut berapa besarnya, lalu dari pihak mana yang harus menyediakan, apakah dari Sekretariat Jenderal DPR RI atau lembaga pengundang," ungkapnya lagi. Namun, menurutnya, sangu standar untuk sementara sebesar 200 dolar AS per hari. "Karena itu, saya berpendapat, pemberitaan tentang uang saku dari BI kepada beberapa rekan kami tersebut, jangan terlalu mengarah kepada vonis mereka itu bersalah atau tidak," ujar Gayus Lumbuun. (*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008