Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi atau "Backbone Coastal Surveillance System" pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Tahun 2016.

Kasus tersebut merupakan pengembangan perkara tindak pidana korupsi suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla Tahun Anggaran 2016.

"Pada 15 April 2016, BU (Bambang Udoyo) selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan peningkatan pengelolaan informasi, hukum, dan kerja sama keamanan dan keselamatan laut," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Empat orang ditetapkan tersangka korupsi pengadaan di Bakamla

Selanjutnya, pada 16 Juni 2016 Leni Marlena (LM) dan Juli Amar Ma'ruf (JAM) diangkat sebagai ketua dan anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP) di lingkungan Bakamla Tahun Anggaran 2016.

"Pada Tahun Anggaran 2016 terdapat usulan anggaran untuk pengadaan 'Backbone Coastal Surveillance System' (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla 'Integrated Information System' (BIIS) sebesar Rp400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamia RI," kata Alexander.

Baca juga: KPK perpanjang penahanan tersangka suap pembahasan APBN-P Bakamla

Pada awalnya, lanjut Alexander, anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS belum dapat digunakan, walaupun demikian ULP Bakamla Rl tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.

"Pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan lelang pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp400 miliar dan nilai total HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sebesar Rp399,8 miliar," ungkap dia.

Kemudian, pada 16 September 2016 PT CMI Teknologi (CMIT) ditetapkan selaku pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.

"Pada awal Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan. Meskipun anggaran yang dltetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. Akan tetapi dilakukan negosiasi dalam bentuk "design review meeting" (DRM) antara pihak Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut," tuturnya.

Pada 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani oleh Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Rahardjo Pratjihno (RJP) selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi (PT CMIT) dengan mlai kontrak Rp170,57 miliar termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P Tahun Anggaran 2016 dan berbentuk "lump sum", ungkap Alexander.

Untuk diketahui, empat orang ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi atau "Backbone Coastal Surveillance System" pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Tahun 2016.

"Dalam pengembangan perkara kali ini, KPK menemukan fakta-fakta adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi pada Bakamla RI Tahun 2016," kata Alexander.

Penyalahgunaan kewenangan itu dilakukan Bambang Udoyo (BU) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Bakamla RI, Leni Marlena (LM) selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan, Juli Amar Ma'ruf (JAM) selaku anggota unit layanan pengadaan dan Rahardjo Pratjihno (RJP) selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi (PT CMIT) yang menguntungkan diri sendiri dan/atau pihak lain dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp54 miliar.

PT CMIT sendiri merupakan rekanan pelaksana dalam pengadaan "Backbone Coastal Surveillance System" pada Bakamla RI Tahun 2016.

Leni Marlena dan Juli Amar Ma'ruf disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Bambang Udoyo dalam kasus ini ditangani oleh Polisi Militer TNI AL dikarenakan pada saat menjabat selaku PPK yang bersangkutan adalah anggota TNI AL.

Sedangkan Rahardjo Pratjihno disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019