Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali menilai aturan yang ada belum memungkinkan melarang mantan narapidana kasus korupsi maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Ini kan untuk Pilkada 2020 sementara UU kita masih menggunakan UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, di sana tidak ada pelarangan," kata Amali di Jakarta, Rabu.
Amali menilai, kalau tidak ada peraturannya, lalu KPU membuat aturan melarang mantan koruptor maju di Pilkada, nanti dikhawatirkan Mahkamah Agung (MA) akan membatalkannya.
Baca juga: Ombudsman imbau kepala daerah terpilih harus amanah
Baca juga: DPP PDIP tentukan bakal calon kepala daerah usai kongres di Bali
Baca juga: KPK ingatkan parpol tidak usung calon kepala daerah rekam jejak buruk
Hal itu menurut dia, sama ketika KPU membuat PKPU yang melarang mantan napi korupsi menjadi calon anggota legislatif.
"Kita di DPR sebenarnya mendukung itu, namun dulu sudah pernah dibuat namun dibatalkan juga oleh MA," ujarnya.
Amali melihat wacana KPU membuat larangan tersebut agar seorang yang terkena masalah hukum, tidak perlu lagi masuk dalam jabatan publik seperti kepala daerah.
Dia mencontohkan dalam kasus dugaan korupsi Bupati Kudus, yaitu di 2015 sudah pernah terjerat kasus korupsi lalu di 2018 dicalonkan di Pilkada Kudus.
"Jadi KPU melihat dari kasus itu supaya tidak berulang, namun kalau saya lebih melihat pada orangnya, tidak bisa digeneralisir. Kalau orang yang niatnya sudah mau korupsi, ya dia pasti akan melakukan itu," katanya.
Amali mengaku setuju apabila ada larangan itu namun tidak ada aturannya sehingga jangan sampai seperti pembatalan PKPU larangan mantan koruptor menjadi caleg yang dibatalkan MA.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019