Jambi (ANTARA) - Gunung Kerinci (3.805 mdpl) di Kabupaten Kerinci tepatnya perbatasan Provinsi Jambi dan Sumatera Barat menyemburkan abu setinggi 800 meter pada Rabu, pukul 12.48 WIB.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-Badan Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Hendra Gunawan, ketika dihubungi dari Jambi, Rabu, membenarkan fenomena erupsi gunung api tertinggi di Sumatera itu.
"Ya, benar Gunung Kerinci erupsi dengan tinggi kolom abu 800 meter, namun itu fenomena yang biasa terjadi di gunung itu, dan masyarakat tidak boleh terpengaruh isu-isu yang tidak jelas sumbernya," kata Hendra Gunawan.
Dalam laman resmi PVMBG Badan Geologi menyebutkan kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang condong ke arah timur laut dan timur. Saat ini Gunung Kerinci berada pada Status Level II atau Waspada .
PVMBG mengeluarkan rekomendasi agar masyarakat di sekitar Gunung Kerinci dan pengunjung tidak diperbolehkan mendaki kawah yang ada di puncak gunung api itu di dalam radius tiga kilometer dari kawah aktif.
Selain itu merekomendasikan jalur penerbangan di sekitar Gunung Kerinci dihindari karena sewaktu-waktu masih memiliki potensi letusan abu dengan ketinggian yang dapat mengganggu jalur penerbangan.
"Rekomendasi kami, masyarakat jangan mendekat dalam radius tiga kilometer dari kawah aktif di puncak Kerinci. Karena gunung ini tinggi maka kami merekmomendasikan agar penerbangan menghindari jalur di sana untuk menghindari abu," kata Hendra.
Ia menyebutkan, status Gunung Kerinci tetap level II atau waspada. Status itu bertahan sejak September 2019. "Karakter Gunung Kerinci memang setiap tahun selalu ada erupsi, seperti yang terjadi Rabu ini. Asalnya tidak masuk radius tiga kilometer maka itu zona aman. Masyarakat tetap tenang dan tetap beraktifitas, namun juga berkoordinasi dengan petugas Posko PGA atau BPBD di sana," katanya.*
Baca juga: Basarnas Jambi gelar pelatihan SAR pertolongan di gunung
Baca juga: Peserta Latgab Pramuka nikmati Danau Gunung Tujuh
Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019