Jakarta (ANTARA) -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) RI menginisiasi sebuah program untuk mendorong pemenuhan kebutuhan pangan nasional pada skala terkecil rumah tangga dengan nama Obor Pangan Lestari (Opal).
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi mengatakan bahwa program Opal dirancang sebagai salah satu langkah kongkrit pemerintah dalam mengintensifkan peta ketahanan dan kerentanan pangan atau food security and vulnerability atlas (SFVA).
"Dalam hal ini kita harus bersinergi melakukan pembebasan daerah rawan pangan supaya mampu mengentaskan kemiskinan dan mengurangi stanting pada ibu hamil," katanya.
Selain itu, program ini juga memiliki kerangka jangka panjang untuk meningkatkan penyediaan sumber pangan keluarga yang Beragam, Seimbang dan Aman (B2SA). Lebih dari itu, Opal juga dirancang untuk meningkatkan kualitas konsumsi masyarakat, meningkatkan pendapatan rumah tangga, meningkatkan akses pangan keluarga, konservasi sumberdaya genetik lokal dan mengurangi jejak karbon serta emisi gas pencemar udara.
Menurut Agung, hasil pemetaan Kementan pada kasus kerentanan rawan pangan ini di antaranya terjadi di daerah Sigi, Sulawesi Tengah. Di sana, kasus yang ditemukan bahkan sampai masuk kategori level kronis.
"Makanya kapasitas produksi pangan harus kita tingkatkan untuk mencukupi permintaan konsumsi. Tapi sudah kita inisiasi dengan program Obor Pangan Lestari seperti membangun koperasi usaha tani dan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Semua ini menjadi upaya kita untuk meningkatkan ketersediaan pangan," lanjutnya.
Direktur Jenderal Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari juga mendukung upaya Kementan dalam mengatasi kerentanan pangan di sejumlah daerah. Apalagi, program tersebut berkaitan langsung dengan penanganan stunting.
"Tentu kami sangat menyambut baik kerjasama ini untuk mendorong perubahan prilaku masyarakat, termasuk pentingnya ketahanan pangan di tingkat keluarga," katanya.
Menurut dia, penanganan stunting yang berkaitan dengan asupan pangan sangatlah penting untuk menghindari kondisi kronis, seperti penurunan tinggi badan dan penyusutan kesehatan dari rata-rata anak seusianya.
"Ini akan menjadi masalah besar bagi bangsa kita, kalau kemudian generasi ini terus menjadi sumber daya manusia yang akhirnya tidak kompetitif tidak produktif dan nanti secara ekonomi akan mempengaruhi pembangunan bangsa kita," pungkasnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019