Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Kaban menegaskan lelang kayu sitaan di Riau, dari PT Madukoro sebanyak 21.993 meter kubik yang dimenangkan CV Gunung Mas tidak sah, karena bertentangan dengan hasil rapat paripurna tingkat menteri ke III di kantor Menko Polhukam dan Instruksi Menhut No. Ins.1/Menhut-VI/2008."Pelaksanaan Lelang kayu sitaan itu tak bisa dilakukan jika Tim Taksasi Dephut yang dibentuk melalui Instruksi Menhut akhir Februari lalu belum menuntaskan pekerjaannya. Saya juga minta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memperkuat pemahaman soal lelang. Lalu sistem lelang harus dievaluasi setiap enam bulan," kata Menhut di Jakarta, Minggu.Karena mengabaikan peraturan pelelangan yang berlaku, tegasnya, lelang kayu sitaan yang hanya menghasilkan pemasukan bagi negara sebesar Rp4,2 miliar jadi sangat mencengangkan. "Saya rasa ini mencengangkan. Masa lelang 21.993,95 ribu meter kubik kayu, negara cuma dapat Rp4,2 miliar alias Rp194.992 per meter kubik. Gak mungkin lah, kayu bagus-bagus serendah itu nilainya," kata Kaban. Kayu bulat meranti 15.081,85 meter kubik dan kayu bulat campuran 6.912,10 meter kubik milik PT Madukoro yang disita dan dilelang itu berada di TPK perusuhaan itu di Desa Ara Kecamatan Pelalawan. Pada kesempatan itu, Menhut juga meminta semua pihak yang berkepentingan menghormati dan mematuhi aturan lelang yang ditetapkan pemerintah di antaranya Kepmenhut No. 48/2000. Menurut dia, lelang itu praktis tak mengindahkan Kepmen 48 sehingga banyak yang dilewati. "Harus di cek lagi apa pemenang lelang melengkapi persyaratan sebagai peserta lelang yang ada di Kepmen itu. Kalau tidak Surat Hasil Lelang (SHL) jangan diterbitkan, sehingga kayu juga tak bisa keluar," kata Kaban. Sebelumnya, Menhut mengeluarkan Instruksi no. Ins.1/Menhut-VI/2008 tanggal 29 Februari 2008 sebagai tindak lanjut dari hasil rapat paripurna Tingkat Menteri ke III yang membahas evaluasi Pelaksanaan penanganan Masalah Illegal Logging di Provinsi Riau tanggal 15 Februari 2008. Instruksi Menhut itu menimbang perlunya dilakukan penaksiran reduksi kayu bulat dan kayu bulat kecil untuk memberikan dasar bagi perusahaan pemilik kayu dalam menetapkan nilai jaminan bank. Untuk itu, Menhut menginstruksikan Dirjen Bina Produksi Kehutanan, Diirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Tenaga Ahli Menhut Bidang Penanganan pelanggaran kehutanan, Kepala Dinas Kehutanan Riau, dan Kepala Balai Pemantauaun dan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah III untuk melaksanakan pengukuran dan pengujian dengan cara taksasi atau penaksirann terhadap kayu sitaan. Untuk pelaksanaan Taksasi itu, Dephut juga membentuk tim taksasi yang diterjunkan ke lokasi untuk mengambil unit taksasi kayu bulat sitaan yang di "police line" sebanyak 100 batang yang disesuaikan dengan kemampuan tim yang terdiri dari tiga orang. PT Madukoro adalah salah satu perusahaan di bidang kehutanan yang kayunya di "police line" Polda Riau selama periode Februari 2007 sampai Februari 2008. Perusahaan lain yang kayunya disita dan di "police line " adalah PT Satria Perkasa Agung, CV Alam Lestari, PT Nusa Prima Manunggal, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT PT Seraya Sumber Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT Anugerah bumi Sentosa, PT Arara Abadi Resort Tapung, CV Mitra Kembang Selaras, CV Bukit Betabuh Sei Indah, CV Citra Sumber Sejahtera, PT Bina Duta Laksana, dan PT Ruas Utama Jaya. Dalam instruksi Menhut itu dikatakan perusahaan atau pemilik kayu dapat memanfaatkan kayu sitaan tersebut dengan memberikan uang jaminan seijin pengadilan setempat. Namun, sebagian kecil kayu sitaan harus disisihkan untuk dijadikan contoh barang bukti. Meski instruksi Menhut dan hasil rapat paripurna terbatas tingkat menteri yang juga dihadiri Menhut, Kapolri, Kepala BIN, dan JAM Pidum Kejagung sudah lama dikeluarkan sejak Februari lalu, namun Polres Pelalawan tetap melaksanakan niatnya melelang kayu sitaan milik PT Madukoro dengan memasang iklan di harian nasional pada 17 Maret 2008. Menurut kutipan Risalah lelang yang dilakukan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Pekanbaru tanggal 24 Maret 2008, peserta lelang yang tawarannya memenuhi syarat dan mendapat perhatian adalah CV Haspabela, CV Gunung Mas, dan CV Mekar Jaya. Lelang yang dilaksanakan di Kepolisian Resort Pelalawan, jalan Arya Guna No.01 Pangkalan Kerinci itu, akhirnya dimenangi CV Gunung Mas yang menawar sebesar Rp4,2 miliar. Kamis (3/4), Kepolisian Resort Pelalawan terlibat bentrok dengan petugas keamanan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Menurut Manajer Humas RAPP, Troy Patouw, bentrokan terjadi menyusul tindakan blokade akses jalan masuk ke areal pabrik RAPP yang dilakukan aparat kepolisian sebagai balasan karena CV Gunung Mas yang memenangi lelang kayu sitaan milik PT Madukoro kesulitan mengambil kayu. Akibat blokade itu, menurut Troy, puluhan truk yang mengangkut bahan baku kayu untuk dipasok ke RAPP tidak dapat masuk ke lapangan penumpukan di RAPP. Sementara itu, Kapolres Pelalawan AKBP Gusti K. Gunawa membenarkan terjadinya bentrokan. Insiden yang terjadi di pintu masuk PT RAPP sektor I Pelalawan itu terjadi karena ratusan orang dari RAPP membentuk pagar betis dan memalang jalan dengan satu truk besar. Mereka melempari petugas dengan berbagai barang, sehingga berujung pada bentrokan, katanya. Menurut dia, kayu sitaan yang akan diamankan ada di hutan tanaman industri RAPP. "Kayu itu sudah menjalani prosedur hukum dan telah ditentukan pemenang lelangnya."(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008