“Luas wilayah terancam 11.774.437 hektare dan diperkirakan jiwa terpapar sebanyak 48.491.666 jiwa,” kata Deputi bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kemenko PMK, Dody Usodo di Jakarta, Selasa.
Dody menjelaskan berdasarkan pengamatan Badan Meteoroiogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) musim kemarau di Indonesia diperkirakan mulai Juli hingga Oktober 2019. Musim kemarau itu, akan jauh lebih kering dari tahun-tahun sebelumnya.
“Puncak kekeringan pada Agustus 2019,” ungkap Dody.
Dody mengatakan ancaman bahaya kekeringan dan Kebakaran Hutan serta Lahan (Karhutla) tentu harus selalu diwaspadai, terutama di berbagai wilayah rawan, karena muncul dampak kekeringan dan hawa panas musim kemarau tersebut.
Dody menyatakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengidentifikasi sebanyak 55 kepala daerah telah menetapkan Surat Keputusan bupati dan walikota tentang Siaga Darurat Bencana Kekeringan, diantaranya Provinsi Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Dody berharap upaya gotong-royong harus dioptimalkan dengan adanya koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian (KSP) oleh Kemenko PMK sebagai bentuk respon, antisipasi, mitigasi hingga rehabilitasi dari bencana rutin per tahun setiap musim kemarau.
Untuk bencana kekeringan, upaya yang telah dilakukan kementerian dan lembaga dalam menghadapi darurat kekeringan yaitu pendistribusian air bersih sebanyak 7.045.400 liter, penambahan jumlah mobil tanki, hidran umum, pembuatan sumur bor dan kampanye hemat air.
Dody menegaskan diperlukan koordinasi bersama antar kementerian dan lembaga terkait untuk merencanakan langkah-langkah antisipasi bencana yang tepat selama musim kemarau.
Baca juga: Peneliti: Ancaman kekeringan berpotensi pengaruhi harga pangan
Baca juga: Ancaman kekeringan di depan mata
Pewarta: Fauzi
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019