Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh Cut Yusminar mengatakan selama ini masih ada nelayan Aceh yang menggunakan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan atau ilegal, sehingga perlu dibentuk kelompok kerja (pokja) yang solid dalam menjaga ekosistem laut secara berkelanjutan.
“Pengelolaan perikanan berkelanjutan ini memang untuk menjaga ekosistem laut secara berkelanjutan dari penangkapan ikan secara ilegal. Jadi kita duduk bersama membentuk pokja di kabupaten dan kota untuk mengawasi ini semua supaya tidak merusak ekosistem laut,” katanya, di Banda Aceh, Selasa.
Menurut Cut Yusminar, di sela lokakarya Rencana Pengelolaan Peranakan Berkelanjutan Provinsi Aceh yang dihadiri unsur forkopinda se-Aceh, di Hotel Kyriad Banda Aceh, pengawasan perikanan fokus pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572 yang meliputi perairan Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda.
“Jadi di sana untuk melindungi karang-karang dan juga ikan-ikan kecil, yang diutamakan untuk dilindungi,” kata Cut.
Baca juga: Tim gabungan sita mini trawl nelayan Aceh Barat
Ia menjelaskan, pihaknya memiliki program tahunan untuk melakukan pergantian alat tangkap ikan digunakan oleh nelayan kecil masih menggunakan alat tangkap yang dilarang pemerintah, seperti trawl, mini trawl, pengeboman, meracun ikan serta kompresor, dan lainnya.
"Sekarang di Pulo Aceh banyak nelayan yang menangkap dengan kompresor. Jadi secara bertahap setiap tahun kami mengganti alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, dengan alat tangkap seperti jaring insang, mini purse seine, ini untuk nelayan kecil dengan kapasitas kapal 10 GT ke bawah,” katanya lagi.
Namun untuk nelayan yang menggunakan kapal dari 10 GT ke atas, DKP Aceh tidak akan menoleransi tindakan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tersebut, pihaknya bersama Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) akan menindak tegas dan memproses pelanggar sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Kami angkat trawlnya dan kami bawa ke Pos Airud, seperti yang sudah kami lakukan di Aceh Timur. Kemarin itu masih tahap pembinaan dulu, ke depan kalau masih ada lagi alat tangkap ilegal kami akan serahkan kepada pihak yang berwajib,” katanya.
"Alat tangkap yang diganti pemerintah hanya untuk kapal 10 GT ke bawah. Sejauh ini kapal-kapal besar 30 GT sudah ada yang diproses hukum. Kalau nelayan kecil ini kita berikan pembinaan, kalau masih juga mengulangi mungkin alat tangkap sekalian boatnya kami angkut semua,” demikian Cut Yusminar.
Pewarta: Irman Yusuf
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019