Palu (ANTARA) - Anggota di Komisi VII DPR, Ahmad M Ali, menilai rencana pengelolaan dengan metode pengembangan daur ulang sampah menjadi energi listrik yang merupakan salah satu dari pilot project Energi Baru Terbarukan (EBTKE), belum berjalan maksimal.

"Pengembangan tata kelola sampah untuk tujuan pengayaan energi baru terbarukan, memang sejauh ini hasilnya tidak begitu menggembirakan, baik karena soal hambatan regulasi maupun teknis lapangan," ucap Ali, di Palu, Selasa.

Ia katakan itu berkaitan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo menagih persoalan sampah yang terjadi di berbagai daerah, serta pengelolaan sampah menjadi energi pembangkit listrik.

Jokowi pernah menagih sekaligus mengevaluasi progres penanganan sampah untuk energi listrik dalam rapat terbatas dengan topik "Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)" di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (16/07/2019).

Juga baca: Pengelolaan sampah untuk PLTSa diharapkan jangan cuma wacana

Juga baca: KLHK targetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2025

Juga baca: Gerakan diet plastik dorong korporasi berinovasi untuk kurangi sampah

Berkaitan dengan itu, kata Ali, Komisi VII DPR dan Kementerian Lingkungan Hidup memiliki komitmen kuat terhadap pengembangan EBTKE.

Dari sisi rencana dan fasilitasi anggaran tidak terdapat masalah serius. Masalah mendasar, menurut ketua Fraksi NasDem di DPR itu, sebetulnya terletak pada dua hal.

Pertama, tidak semua provinsi maupun kabupaten/kota menurunkan EBTKE, PLTSa menjadi skala prioritas rencana umum energi daerah. Bahkan ada daerah yang tidak memiliki sama sekali rencana umum energi daerah.

Kedua, kata dia, berkaitan dengan koordinasi rasio kecukupan elektrifikasi setiap daerah dan ketiga, berkaitan dengan power purchase agreement dengan PLN, sebagai hilir pengelolaan listrik.

Sebagian besar, sebut dia, pemerintah daerah belum detail menurunkan rencana energi baru terbarukan sebagai terobosan pembangunan daerah.
"Pemerintah daerah umumnya belum memiliki skenario semacam itu, katakanlah penanganan sampah berbasis energi listrik atau PLTSa sebagai bagian dari terobosan pembangunan daerah," kata dia.

Pada sisi lain terdapat tantangan yang di hadapi seperti, urai dia, berkaitan dengan bahan baku dan ketersediaan investasi di sektor itu. "PLTSa itu kan standar tekhnis yang umum butuh antara 700-1500 ton sampah per hari, sementara di beberapa kota, memiliki kapasitas sampah relatif sedikit, misalnya Palu yang hanya sekitar 115 ton per hari," ujarnya.

Kementerian Lingkungan Hidup menempatkan sistem penanganan sampah, dengan metode daur ulang sampah pada pembuangan akhir, menjadi salah satu penilaian penting, untuk menentukan daerah berhal atau tidak meraih Adipura.

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019