Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional Kota Jakarta Timur mendorong pelaksanaan tes urine di lingkungan kampus minimal dua kali dalam setahun untuk memutus rantai kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan mahasiswa.
"Terkadang kampus jarang lakukan tes urine. Bahkan ada yang sampai tiga hingga empat tahun sama sekali belum pernah tes urine," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kota Jakarta Timur, Anton S Siagian di Kompleks Perkantoran Pemerintah Jakarta Timur, Selasa siang.
Menurut Anton, terdapat kendala yang selama ini mengganjal pelaksanaan kegiatan tes urine di kalangan mahasiswa karena minimnya kepedulian pihak yayasan dalam mengalokasikan dana kegiatan.
Anton menyebutkan, tes urine di lingkungan kampus idealnya dilakukan minimal dua kali dalam setahun untuk mendeteksi pengguna maupun pengedar narkoba.
"Dua kali setahun (tes urine) itu sudah sangat memungkinkan kita mendeteksi pelaku. Bahkan biaya yang dialokasikan pun relatif tidak mahal," katanya.
Baca juga: Rasa penasaran jadi faktor utama mahasiswa konsumsi narkoba
Baca juga: BNNP DKI: Narkoba jaringan kampus bukan modus baru
Pihaknya berkomitmen untuk berkontribusi menugaskan pegawainya melakukan pemeriksaan urine dengan biaya gratis.
Pihak yayasan pengelola perguruan tinggi, kata Anton, cukup mengalokasikan dana bagi pengadaan alat, seperti "test pack", tabung urine dan konsumsi petugas.
"Nominalnya bisa disesuaikan dengan jumlah peserta tes. Lagi pula harga 'test pack' itu kan ada yang murah juga," katanya.
Anton menyarankan agar yayasan membebani biaya tes urine kepada calon mahasiswa saat berlangsungnya proses penerimaan tahun ajaran baru.
"Misalnya satu calon siswa dibebani Rp100.000 di luar biaya pendaftaran untuk kegiatan tes urine, sisanya disubsidi oleh yayasan," katanya.
Baca juga: Jaringan narkoba kampus dikendalikan bandar berstatus DPO
Baca juga: Pusaran narkoba di lingkungan kampus ibu kota
Pihak penyelenggara pun tidak perlu khawatir dalam menempuh birokrasi penyelenggaraan tes urine, sebab Pemkot Jakarta Timur telah membentuk wadah Pegiat Anti Narkoba dari kalangan dosen di 20 perguruan tinggi di wilayah setempat sejak 2019.
"Setiap kampus memiliki enam orang pegiat, tiga dari pembantu rektor dan tiga dari pembantu dekan. Mereka sejak dilantik sudah menjadi bagian dari BNN," katanya.
Pegiat tersebut, kata Anton, juga dilengkapi dengan pin register yang berfungsi sebagai alat pengenal di lingkungan BNN.
"Mereka yang sudah mengenakan pin tersebut dapat dengan mudah menjalin komunikasi dengan BNN untuk kegiatan tes urine ataupun sosialisasi," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019