Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan cara penyerahan berkas perkara hasil penyelidikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dari Kejaksaan Agung ke Komnas HAM, yang dinilai tidak elegan."Pasalnya kami secara institusional belum pernah menerima berkas itu, bahkan pihak Kejaksaan Agung mengirimnya melalui kurir," kata Juru Bicara Komnas HAM, Hesti Armiwulan, kepada ANTARA News, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, versi Kejaksaan Agung itu telah dikirimkan, namun yang menjadi pertanyaannya diserahkan kepada siapa dan melalui apa. Sebaliknya, kata dia, jika benar-benar berkas itu sudah dikembalikan dan diterima oleh petugas Komnas HAM, pihaknya tidak mau menerima begitu saja karena lebih tertuju kepada masalah tanggung jawab. "Bagaimana kalau isi berkas itu, hilang atau informasi di dalam berkas itu hilang karena berkaitan dengan saksi, nama dan penyelidikan," katanya. Oleh karena itu, ia mengatakan pihaknya tidak akan menerima begitu saja berkas yang dikembalikan kejaksaan agung karena lebih tertuju kepada tanggung jawab. "Berkas itu diserahkan kejaksaan agung dengan cara tidak elegan," ujarnya. Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara hasil penyelidikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ke Komnas HAM pada Selasa (1/4) karena beberapa alasan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, BD Nainggolan, di Jakarta, Rabu, mengatakan berkas perkara pelanggaran HAM tersebut adalah berkas peristiwa Wamena-Waisor yang dikembalikan dengan petunjuk untuk dilengkapi sesuai pasal 20 ayat (30) UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kedua, berkas peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II (TSS), yang dikembalikan dengan alasan para pelaku telah diadili dan diputus oleh peradilan militer, dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dimana para pelaku telah menjalani pidana penjara dan dipecat dari kedinasan. Berkas lainnya adalah kerusuhan Mei 1998 dan peristiwa penghilangan orang secara paksa. Kedua dikembalikan ke Komnas HAM dengan alasan menunggu terbentuknya pengadilan HAM ad hoc. Menurut Nainggolan, terhadap peristiwa kerusuhan Mei 1998, dan peristiwa penghilangan orang secara paksa, berlaku azas retroaktif (berlaku surut) oleh karenanya apabila dilakukan penyidikan terhadap peristiwa tersebut harus dibentuk pengadilan HAM ad hoc terlebih dahulu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008