Surabaya (ANTARA News) - Prajurit TNI AL yang mengawaki KRI Abdul Halim Perdana Kusuma-355 dari satuan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) menangkap kapal penangkap ikan, MV Eksrwichai-19, dengan ABK umumnya warga negara Thailand di Laut Aru. Kadispen Koarmatim, Letkol Laut (KH) Drs Toni Syaiful, di Surabaya, Kamis, mengemukakan kapal tersebut terjaring dalam operasi yang digelar Koarmatim, Senin (30/3) lalu. Hasil pemeriksaan awak KRI Abdul Halim Perdana Kusuma (AHP) yang dikomandani Letkol Laut (P) Robert Tapangan itu menemukan beberapa pelanggaran kapal tersebut. "Pelanggarannya antara lain, menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap tidak sesuai dengan SIPI (surat izin penangkapan ikan), yaitu panjang jaring seharusnya 2,5 KM tetapi kenyataannya mereka menggunakan 7,5 KM serta berbagai pelanggaran lainnya," katanya. Ia menambahkan, kapal berbobot 107 GT dengan nakhoda Lun Naprakhon itu ber-ABK 26 orang. Sebanyak 23 orang ABK berkebangsaan Thailand, sedangkan yang tiga orang berkebangsaan Indonesia. Saat ditangkap TNI AL, mereka telah menangkap ikan sebanyak 40 ton jenis campuran. "Setelah ditemukan indikasi berbagai pelanggaran tersebut akhirnya Komandan KRI AHP-355 membawa MV Eksrwichai-19 ke Pangkalan TNI AL Lanal Aru untuk proses hukum lebih lanjut," katanya. Mengutip pernyataan Komandan KRI AHP, Kadispen mengatakan sejak lama daerah Laut Aru merupakan incaran nelayan asing. Komandan KRI AHP itu pernah menjabat Komandan Lanal Aru sehingga banyak tahu mengenai beroperasinya kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di kawasan itu. Menurut Kadispen, banyaknya kapal ikan asing yang beroperasi diperairan Aru itu disebabkan karena perairan tersebut banyak menyimpan potensi ikan yang berlimpah sehingga banyak mengundang nelayan-nelayan asing melakukan penangkapan ikan. Hingga kini, barang bukti ikan sebanyak 40 ton dan kapal serta ke-26 ABK kapal tersebut masih ditahan dalam pengawasan ketat prajurit di Lanal Aru guna proses hukum. Dikatakan pula, TNI AL sangat mengharapkan tindakan hukum yang tegas agar para pencuri itu jera untuk melakukan perbuatannya kembali di perairan Indonesia. "Tidak ada artinya kami bekerja di laut siang dan malam, tapi pada akhirnya proses di pengadilan hanya dilepas begitu saja atau dihukum ringan. Kalau mereka bersalah ya hukum yang setimpal karena sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia melindungi kekayaan laut kita," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008