Samarinda (ANTARA) - Pelaksanaan Harian Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Prof Ginanjar Kartasasmita kembali mendengungkan perlunya Indonesia segera mewujudkan pembangunan dan operasional pabrik kantong daerah untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
"Dengan adanya pabrik yang memproduksi kantong darah, maka ke depan Indonesia tidak tergantung dengan negara lain untuk memenuhi kebutuhan yang diperkirakan mencapai lima juta pertahun," katanya ketika melantik pengurus PMI Provinsi Kalimantan Timur 2019-2024 di Samarinda, Senin.
Menurut dia, rintisan ke arah pembangunan pabrik kantong darah sudah mulai dirintis sejak lama bahkan sudah ada yang sudah peletakan batu pertama seperti di Jatireja, Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla dalam suatu kesempatan mengatakan pembangunan pabrik kantong darah itu akan membantu mengurangi pembelian kantong oleh PMI dari luar negeri, yang per tahunnya mencapai Rp200 miliar.
Diketahui selama ini persediaan kantong darah di Indonesia diimpor dari sejumlah negara yaitu Singapura, Jepang, dan Jerman. Dengan adanya pabrik kantong darah tersebut diharapkan bisa menghemat biaya dan mempercepat ketersediaan darah.
Menurut Ginanjar, kebutuhan kantong darah untuk kemanusiaan tersebut cukup rentan apabila tergantung dengan luar, karena akan terganggu apabila terjadi hubungan antar negara karena faktor ekonomi, dagang dan lainnya.
Selain menunggu keberadaan pabrik kantong darah, dia menyebutkan, saat ini PMI menyambut gembira dengan telah keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma sebagai landasan keberadaan pabrik plasma darah di Indonesia.
"Sama halnya dengan keberadaan pabrik kantong darah, keberadaan pabrik plasma darah juga akan menguntungkan Indonesia untuk kebutuhan dalam negeri," katanya.
Perusahaan vaksin PT Biofarma menyatakan siap berinvestasi sebesar Rp500 miliar untuk membangun pabrik plasma darah di Indonesia. Biofarma tinggal menunggu regulasi dari Kementerian Kesehatan untuk jaminan dalam menjalankan pabrik plasma.
Bahkan disebutkan, saat itu Biofarma telah menerima guidelines (panduan) dari World Health Organization (WHO) terbaru tentang pabrik plasma darah. Panduan tersebut akan diserahkan kepada BPOM dan kementerian kesehatan agar dapat dimasukkan ke dalam regulasi.
Banyak negara yang telah membangun pabrik plasma tapi gagal akibat mobilisasi massa untuk pengumpulan darah tidak berjalan.
Pabrik plasma darah mempunyai peran strategis untuk bangsa Indonesia, kata Ginanjar, karena selama ini plasma darah yang ada dibuang karena Indonesia tidak mempunyai alat untuk mengolahnya.
Hasil olahan plasma darah antara lain menghasilkan Albumin dan Factor IX yang berfungsi sebagai obat talasemia dan selama ini Indonesia disebutkan masih impor dari Belanda dan harganya bisa mencapai Rp2 juta per kantong, ujarnya.
Selain soal kantong darah dan Fraksionasi Plasma, Ginanjar juga mengingatkan karakter PMI yang selalu berada di garda terdepan untuk tugas kemanusiaan saat terjadi bencana alam dan ulah manusia seperti perang dan konflik.
"Kita salah satu negara di dunia yang paling sensitif terhadap ancaman bencana, semua jenis bencana ada di negara kita banjir, longsor, gunung berapi, hingga tsunami makanya harus siaga. Itu tugas utama kepalangmerahan dunia termasuk Indonesia siap siaga terhadap bencana, konflik, dan kegiatan kemanusiaan lain mengurus Bank Darah," sebutnya.
Baca juga: Ginandjar Kartasasmita menginginkan PMI ikut berdayakan masyarakat
Baca juga: PMI latih 6.720 sukarelawan siaga bencana
Pewarta: Arumanto
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019