Jakarta (ANTARA News) - Lebih dari satu dasawarsa lalu, saat Afrika Selatan telah mengubur politik supremasi kulit putih, suatu belahan dunia lainnya justru mulai memberlakukan kebijakan mirip "apartheid". Pemerintah komunis Kuba, yang kala itu dipimpin Fidel Castro, menetapkan bahwa hanya warga asing, sebagian besarnya kulit putih, yang boleh menginap di hotel-hotel mewah. Aturan itu berlaku tanpa pernah berdasarkan ketentuan khusus, karena undang-undang dasar negeri itu menyebutkan semua warga punya hak yang sama. Larangan itu merupakan salah satu langkah penanggulangan krisis berat perekonomian pada dasawarsa 90-an, menyusul bubarnya Uni Soviet yang sebelumnya menjadi penyokong utama Kuba. Kebijakan itu membuat banyak rakyat Kuba merasa jadi warga negara kelas dua di negerinya sendiri, dan para aktivis HAM di luar Kuba memberi istilah "apartheid pariwisata" untuk aturan itu. Namun, sejak Minggu malam, larangan tersebut dicabut oleh pemerintah komunis yang dipimpin Presiden Raul Castro. "Kami sudah menerima penjelasan dan (kebijakan baru) sekarang mulai berlaku," kata seorang staf Hotel Copacabana di Havana, kepada AFP, Minggu malam. Pencabutan larangan tersebut hanyalah salah satu dari berbagai langkah pelonggaran aturan yang dilakukan Raul. Selama ini, hotel dan persewaan kendaraan hanya boleh menerima mata uang asing, bukan peso. Hal itu kini tidak berlaku lagi. Jumat pekan lalu, pemerintah Kuba mencabut larangan kepemilikan perkakas sehari-hari, seperti telefon seluler, komputer, televisi, pemutar DVD, panci tekan, sepeda listrik, alarm mobil, dan "microwave". Kuba juga sudah mencabut larangan pembelian alat-alat pertanian, benih, pupuk, dan melonggarkan aturan bea-cukai sehingga warga Kuba dapat mendatangkan beberapa peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan. Pada Minggu, pemerintahan Raul juga mengumumkan akan memperkuat investasi nasional domestik menjadi enam miliar peso atau setara 250 juta dolar, jumlah yang sepuluh kali lipat dibanding sepuluh tahun lalu. Berbagai perubahan itu dilakukan Raul, yang belum genap dua bulan menggantikan posisi kakaknya, Fidel Castro. Raul, saat dilantik sebagai presiden pada 24 Februari, berjanji memodernisasi Kuba dan mengkonsentrasikan diri untuk mengurus "kebutuhan-kebutuhan mendasar" serta melakukan perubahan secara bertahap menuju "sosialisme sempurna".Pertanian Media Barat melaporkan bahwa Kuba sedang dalam keadaan serba terbatas; setengah lahan pertanian tidak tergarap sehingga 80 persen kebutuhan pangan bergantung pada impor. Keterbatasan itu juga tercermin dari gaji bulanan di Kuba yang hanya rata-rata 15 dolar, transportasi nasional yang nyaris ambruk, kurangnya perumahan dan birokrasi yang buruk. Frank Mora, seorang ahli Kuba dari National War College, Washington, mengatakan bahwa prioritas pertama Raul adalah pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi. "Ada yang lucu --di zaman Fidel hal ini tidak akan pernah menjadi masalah serius perpolitikan, karena itu reformasi tidak diperlukan. Di bawah `Raulistas`, ini adalah masalah politik yang sangat penting," kata Mora, sebagaimana dikutip Reuters. Pemikiran bahwa efisiensi adalah hal penting untuk mendukung lestari-nya sistem satu partai di Kuba, tampaknya telah ada dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2005, presiden bank Sentral Kuba, Francisco Soberon, mengingatkan bahwa jika Kuba gagal meningkatkan taraf hidup, "ada kemungkinan tokoh-tokoh terkemuka (Fidel dan Raul) adalah satu-satunya penopang sistem." Persoalan memperbaiki taraf hidup rakyat Kuba ditangani Raul dengan mengambil langkah cepat, setidaknya sejak Februari, namun tetap secara "low profile". Hal ini berbeda dengan gaya Fidel, yang pidatonya selalu berapi-api tanpa pernah kurang dari tiga jam. "Raul hati-hati, menggunakan metode dan lebih berorientasi ke dalam negeri, tapi jiwanya tetap komunis sejati," kata anggota partai komunis tingkat lokal, yang minta namanya tidak ditulis. Para pejabat komunis yakin bahwa Raul akan berusaha keras memperbaiki taraf hidup di Kuba tanpa menempuh sosialisme pasar seperti China. Namun, para pengamat Kuba memperkirakan Raul tidak akan punya banyak pilihan di masa mendatang. "Dia sudah memulai langkah di arah yang benar namun belum bisa menangani berlebihnya kekuasaan negara di bidang ekonomi. Ini adalah halangan utama untuk meningkatkan produksi," kata ekonom kelahiran Kuba, profesor Carmelo Mesa-Lago, dari Pittsburg University, AS. Mesa-lago juga mengatakan bahwa banyak ekonom Kuba yakin bahwa yang bisa mengatasi stagnasi bidang pertanian hanyalah mekanisme pasar dan investasi asing. Simbolis Terdapat pula kritik bahwa langkah-langkah reformasi tersebut bersifat simbolis, contohnya, sebagian besar warga Kuba tidak sanggup membayar ongkos menginap di hotel maupun menyewa kendaraan. "Langkah itu positif, namun aspek negatifnya adalah kebanyakan warga Kuba tidak punya cukup uang untuk bermalam di hotel," kata Dariel Avila (17). Upah rata-rata perbulan yang hanya 17 dolar tentu tidak sebanding dengan tarif hotel yang rata-rata 150 dolar per malam, maupun tarif sewa kendaraan yang 80 dolar sehari. Musuh bebuyutan Kuba era Fidel Castro yaitu Amerika Serikat, menanggapi dengan dingin pencabutan larangan-larangan tersebut. "Minimal," komentar pendek wakil jurubicara Departemen Luar Negeri AS, Tom Casey, Selasa, saat dimintai tanggapannya oleh wartawan. "Saya yakin, bagi segelintir warga Kuba yang mampu datang ke hotel mewah, ini hal bagus," kata Casey. Dia mengatakan, perubahan yang diinginkan AS adalah kebebasan sipil bagi rakyat Kuba. "Perubahan menuju kebebasan sipil seperti yang kami inginkan adalah menjadikan rakyat Kuba bebas mengekpresikan dirinya...tanpa takut dimasukkan ke penjara," kata Casey. AS selama ini menolak berdialog dengan Fidel dan masih memberlakukan sanksi kepada Kuba sejak tahun 60-an. Pencabutan berbagai larangan di Kuba, meski dikecam AS sebagai minimal, tampak seperti "gayung bersambut" dengan harapan dunia terhadap kepemimpinan Raul. Komisi Eropa bahkan segera menyatakan ingin melakukan satu "dialog politik yang konstruktif" saat Raul baru dilantik. Luis Michel, Komisaris Pembangunan dan Bantuan Uni Eropa (EU) mengatakan ""Komisi EU tetap siap untuk melanjutkan kerjasama dengan pemerintah Kuba, lewat koordinasi kepada mitra-mitra EU, guna meningkatkan dan memperdalam berbagai kerjasama misalnya lingkungan hidup dan perubahan iklim." EU menerapkan sanksi politik dan diplomatik kepada Kuba karena negara komunis itu menghukum penjara 75 pembangkang dan menghukum mati tiga pemuda Kuba yang akan kabur ke AS dengan menggunakan perahu. Sanksi itu dicabut setelah Kuba membebaskan sebagian pembangkang pada bulan Januari tahun ini. Sebelum diangkat sebagai presiden, Raul (71) sudah 19 bulan "magang" sebagai pemimpin sementara Kuba untuk menggantikan Fidel (81) yang sakit pencernaan. Harapan akan reformasi muncul ketika sebagai pemimpin sementara, Raul mengizinkan 11 juta rakyat Kuba mengkritik inefisiensi ekonomi, buruknya pelayanan dan sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Dia bahkan menyarankan pembicaraan dengan Amerika Serikat, yang sudah 46 tahun menerapkan sanksi ekonomi terhadap negara tetangganya yang terpisah 180 kilometer dari pantai Miami, negara bagian Florida. "Kacang polong lebih penting daripada senjata," bunyi ucapannya yang terkenal. Bidang wisata juga dibuka dan kini menjadi sektor utama ekonomi yang paling potensial. Raul cerdik dalam memahami kapitalisme; dia membangun konglomerasi GAESA yang dikendalikan militer, dengan bidang usaha maskapai penerbangan, komunikasi, hotel mewah dan persewaan kendaraan. Mungkin benar, banyak warga Kuba yang masih berjuang memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, sehingga fasilitas-fasilitas mewah itu belum jadi prioritas mereka. Namun, pencabutan larangan, apapun itu, akan menimbulkan harapan baru untuk hidup lebih bebas. Ramon, seorang supir pribadi dengan gaji 50 dolar per bulan, tidak tahu kapan dia akan mencicipi bermalam di hotel mewah. Meski begitu, dia mengatakan kabar tersebut "indah" dan membuktikan bahwa rakyat Kuba "sekarang bisa menikmati fasilitas" di negeri sendiri, dan tidak lagi mengalami kebijakan "apartheid pariwisata". "Sekarang saya saksikan makin banyak kebebasan," kata Ramon kepada kantor berita DPA. (*)

Oleh Oleh Aditya Maruli
Copyright © ANTARA 2008