Jakarta (ANTARA) - Sekjen Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 Sabil Rachman mencermati hancurnya rasionalitas dan objektivitas sejumlah elite Golkar menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golkar 2019.
Sabil mengatakan kurang lebih beberapa bulan terakhir jagad politik Golkar memanas di tengah beberapa prestasi dan capaian politik kepemimpinan Airlangga Hartarto.
Baca juga: BMK dorong Kosgoro tetap usung Airlangga sebagai Ketum Golkar
Baca juga: Fungsionaris Golkar sebut Airlangga berhasil jalankan Panca Sukses
Baca juga: DPP Golkar: Ketum jabat menteri tidak melanggar aturan
"Rasionalitas dan objektivitas sejumlah elite hancur menjelang Munas Golkar," kata Sabil dalam keterangan di Jakarta, Minggu.
Ketua DPP Golkar itu mengatakan Airlangga sebagai ketua umum hasil Munaslub Golkar Desember 2017 berhasil memenangkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Maruf Amin dan membawa Golkar meraih 85 kursi DPR RI.
Kedua prestasi itu, kata dia, tidak mungkin terjadi tanpa hadirnya aktivitas dan motivasi serta inspirasi kepemimpinan partai.
"Tetapi nampaknya sebagian diantara kita yakni para aktivis Slipi (kader Golkar) mungkin menganggapnya serta merta dan terjadi begitu saja," kata Sabil.
Dia mengatakan anggapan bahwa pencapaian Golkar dalam Pemilu serentak 2019 terjadi begitu saja, merupakan anggapan yang memiliki nilai moralitas politik yang sangat rendah, etika yang kosong serta obyektivitas yang nihil.
"Bagaimana mungkin capaian prestasi sama sekali tidak melibatkan faktor atau variabel kepemimpinan. Gerbong kereta tidak mungkin bergerak sendiri tanpa lokomotif yang kuat untuk mampu menarik gerbong sampai pada tujuannya," tegas dia.
Menurutnya, seluruh aktivitas politik partai hanya bisa dicapai jika diarahkan dan diantarkan oleh pemimpin atau Ketua Umum sebagai lokomotifnya.
"Itulah ikhtiar yang dilakukan oleh seluruh jajaran partai ketika memilih Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar dalam Munaslub Desember 2017 yang lalu," kata dia.
Dia menyampaikan Airlangga merupakan seorang Ketua Umum Golkar yang lahir mengambil alih estafet kepemimpinan partai yang sedang menghadapi masalah dan tantangan yang tidak begitu nyaman di tengah aneka persoalan yang diwariskan oleh pimpinan partai sebelumnya.
Dia meyakini semua kader Golkar kala itu memahami dan mengetahui beratnya tantangan tersebut, sehingga tumbuh kesadaran kuat untuk memilih pemimpin hasil sintesa problematika partai yang dihadapi kala itu.
"Pak Airlangga lahir dari proses sintesa problematika politik maka pemimpin yang terpilih sesungguhnya menghadapi secara nyata tantangan di depan yang tidak tersembunyi yakni setumpuk harapan dari kader dan anggota serta seluruh jajaran partai untuk mampu menarik keluar partai dari kubangan persoalan," jelasnya.
Sabil mengingatkan, kala itu tidak banyak kader yang mampu tampil secara berani untuk menghela nafas partai yang terengah-engah menghadapi masalah yang tidak mudah diselesaikan.
Dia menilai saat ini cukup banyak masalah yang tidak hanya bisa diinventarisasi tetapi diurai dan diselesaikan berhadapan dengan waktu memasuki tahun politik yang sangat jelas di depan mata.
Menurut dia, ketenangan seorang pemimpin dengan visi yang jelas, orientasi yang tegas dan target yang terukur dalam waktu yang terbatas memasuki tahun politik sangat menentukan.
"Pandangan saya bahwa Airlangga Hartarto yang terpilih secara aklamasi dalam Munaslub 2017 itu sangat runtut dalam membuat penjabaran target partai secara gradual dan teratur serta terukur dibawa kepemimpinan yang hanya 15 bulan sampai kepada pemilu, baik pileg maupun pilpres," jelasnya.
Oleh karena itu dia memandang perdebatan tidak rasional yang berkembang saat ini yang meragukan pencapaian Airlangga, bisa dipahami dalam kerangka Munas untuk mendelegitimasi prestasi tersebut.
"Seolah-olah partai ini tidak punya prestasi atau gagal sama sekali dalam pileg dan pilpres. Narasi subyektivitas yang dibangun begitu terstruktur untuk menegaskan bahwa Airlangga gagal, menjadi bukti bahwa sebagian kader Golkar sedang mengantarkan partainya untuk hancur di mata publik," tegas dia.
Bagi Sabil narasi yang subjektif dengan merendahkan atau menghilangkan sama sekali ruang obyektivitas demi kepentingan Munas sangat berbahaya.
"Tidak boleh karena kepentingan kontestasi dalam Munas lalu kita mengambil kesimpulan yang serampangan dan kehilangan nalar dan akal sehat serta obyektivitas seperti yang disampaikan belum lama ini oleh senior Golkar bang Freddy Latumahina," jelas Sabil.
Belum lama ini Freddy Latumahina menyebut sejumlah kegagalan Airlangga dalam merangkul kader daerah.
Sabil mengingatkan kontestasi tidak boleh menghapuskan tradisi ilmiah dan akademik yang selain rasional juga obyektif dalam menilai sesuatu. Gejala hancurnya rasionalitas ini, kata dia, sudah sangat menguat setidaknya dalam dua bulan terakhir.
"Saya tidak pernah menyaksikan selama ini seorang ketua umum yang kita sebut sebagai simbol dan marwah partai itu dipenuhi dengan stigma dan tuduhan negatif yang dramatik," kata Sabil.
"Namun yang membanggakan dan menarik buat saya adalah respon Ketua Umum yang tetap tenang dan bijak dalam membaca dan mendengar stigma yang didramatisasi belaka itu. Sikap tersebut menjadi penting untuk menciptakan situasi internal kepartaian yang sehat dan fokus pada misinya bukan kepemimpinan yang sarat sensasi tapi miskin prestasi," tambahnya.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019