adi bukan pondok untuk menginap, tapi rumah ini melayani penjualan nanas bagi pengunjung

Jambi (ANTARA) - Kehadiran Pondok Nanas di setiap rumah di Jalan Syeikh Muhammad Said di Desa Tangkit Baru, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi merupakan ruang pajang khas sebagai sentra penghasil buah nanas di daerah itu.

"Ya setiap rumah, khususnya di pinggir jalan wajib membuat fasilitas pajangan buat buah ini, namanya Pondok Nanas ," kata Ny Fatma, salah wanita seorang warga Desa Tangkit Baru yang tengah melayani pembeli di Pondok Nanas di depan rumahnya.

Pondok nanas dibuat khusus untuk memajang buah nanas sekaligus melayani pengunjung yang akan membeli buah nenas.

Bentuk pondok nanas terbuat dari dua tiang, mengunakan papan untuk menyimpan nanas, serta bagian atasnya ditutupi atap dari seng. Kemudian kayu palang atapnya dipasangi paku untuk menggantunkan buah nanas yang akan dijual.

Fasilitas khas daerah penghasil nanas terbesar di Jambi itu dipercantik dengan polesan cat warna putih dengan tulisan hitam yang seragam, Pondok Nanas.

"Jadi bukan pondok untuk menginap, tapi rumah ini melayani penjualan nanas bagi pengunjung," kata wanita itu.

Ia pun berdiri di pondok nanas yang terletak depan rumah panggung kayu khas Jambi milik keluarganya. Selain pondok nanas, kekhasan lain di Desa Tangkit Baru adalah tumpukan buah nanas di pinggir jalan menunggu untuk diangkut pembeli.

"Biasanya di pondok nanas kami menjual borongan, bisa juga satuan, tergantung pembeli. Untuk borongan kami menyebutnya setumpuk," katanya.

Setumpuk buah nanas hasil panen petani di sana dijual bervariasi antara Rp100.000-Rp300.000, bahkan bisa lebih, tergantung jumlah buah nanas dalam setumpuk serta harga pasar saat itu . Sedangkan untuk di pondok nanas miliknya, pada Sabtu, ia menjual Rp15.000 setumpuk kecil.

"Itu buah nanas milik saya itu, setumpuk Rp100.000. Biasanya banyak yang memborong untuk dibawa ke Palembang dan Padang, sedangkan yang dipajang ini Rp15.000. Baru panen tadi pagi," kata wanita muda berbaju batik itu.

Sebagai penghasil nanas terbesar atau sentra nanas Jambi, di desa itu dibangunkan sebuah Tugu Nenas berdiri tegak di persimpangan jalan di Jalan Seikh Muhammad Said, Desa Tangkit Baru, yang menandakan komoditas nanas menjadi unggulan daerah tersebut.

Mengutip dari laman Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi, keistimewaan Nanas Tangkit, selain rasa manis adalah kemampuan adaptasinya di lahan gambut. Perbaikan teknik budi daya dan pemasaran yang tepat akan meningkatkan kualitas dan nilai jual.

Salah satu perbaikan teknologi budi daya yang diterapkan melalui kegiatan Bioindustri Nanas-Sapi adalah pengaturan jarak tanam untuk meningkatkan produktivitas, yaitu Legowo 3:1 (jarak antar baris 80 cm dan terdapat 3 tanaman pada masing-masing baris).

Sejumlah industri rumah tangga telah berdiri di kawasan itu yang dikelola warga setempat dengan jenis produksi dodol nanas, dodol nanas goreng, selai nanas, keripik nanas, wajik nanas, sale nanas, dan beberapa varian produk lainnya.

Produk itu bisa dijumpai di sejumlah pusat penjualan oleh-oleh dan swalayan dan supermarket yang ada di Kota Jambi dan sekitarnya.

Wisata Edukasi

Nanas Tangkit kini sudah menjadi salah satu keunggulan dan komoditas kebanggaan Provinsi Jambi, bahkan dengan jenis nanasnya yang unggul dan dipasarkan ke seantero Sumatera itu menjadi salah satu ikon di sektor pertanian daerah itu.

Karena keunggulan dan mayoritas warga desanya yang bertanam nanasa, desa ini dijuluki "Desa Emas Sejuta Nanas" yang menjadi sentra terbesar budi daya nanas.

Desa tersebut terletak sekitar 15 kilometer dari Kota Jambi, yang bisa ditempuh dengan perjalanan selama 20 hingga 30 menit. Bila jalannya mulus, mungkin bisa lebih cepat. Hanya saja saat ini beberapa ruas jalan menuju desa itu rusak, lapisan aspalnya terkelupas sehingga pengendara harus mengurangi kecepatan kendaraanya.

Kawasan tersebut dikembangkan dengan swadaya masyarakat dan sebagian besar desa itu dihuni warga keturunan suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Desa tersebut ke depan sangat potensi menjadi salah satu kawasan wisata edukasi atau pendidikan bagi masyarakat, sekaligus juga menjadi tujuan wisata keluarga.

Tugu Nanas merupakan salah satu daya tarik yang akan menyambut kehadiran pengunjung yang masuk ke desa itu. Tugu itu menjadi maskot dan kebanggaan bagi masyarakat di desa itu.

Pengunjung bisa menyusuri kebun-kebun nanas yang terhampar di desa itu. Melihat petani menanam nanas bila datang saat musim tanam, atau menyaksikan petani memanen nanas pada petang hari. Istimewanya nanas di sana tidak mengenal musim.

Kementerian Perdagangan RI melalui akun media sosialnya juga memberi perhatian besar terhadap potensi besar sentra nanas Tangkit Baru tersebut, dan menyebutkan Jambi merupakan salah satu dan masuk ke dalam lima besar produsen nanas di Indonesia.

Mereka menuliskan, "Kita bisa memodernkan pangan lokal kita menjadi suatu yang bisa diterima secara populer di pasar global".

Khusus yang ingin lebih dekat mengenal Desa Tangkit Baru, sentra nanas terbesar di Provinsi Jambi, bisa menelusuri di internet melalui hppt://www.tangkit-baru.blogspot.com

Di halaman blog tersebut bisa mengenal profil Desa Tangkit Baru, industri rumah tangga, lembaga adat, dan tokoh serta pejuang asal desa itu.

Kunjungan wisata edukasi selain menelusuri luasnya area perkebunan nanas, juga bisa mengunjungi sejumlah industri rumah tangga yang mengolah berbagai produk berbahan baku nanas.

Beberapa industri rumah tangga di desa itu seperti dikutip dari blog Tangkit Baru antara lain Yusra, Jaya Inda, Malakue, Masagena, Tuli Mario, Boccoe Selai Nanas Goreng.

Seperti pada Sabtu siang, belasan pelajar sekolah dasar melakukan kunjungan ke industri rumah tangga Jaya Indah yang terletak tidak jauh dari Tugu Nenas, ikon kebanggaan warga desa itu.

Desa Tangkit Baru, merupakan kawasan khas, potret keberhasilan pengembangan kawasan lahan gambut melalui komoditas pertanian. Tak hanya dalam pengembangan tanaman nanas, Tangkit Baru juga penghasil ikan patin di Jambi yang juga melalui pengembangan kolam di lahan gambut.

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019