Denpasar (ANTARA News) - Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste akan menyerahkan laporan akhir tugasnya pada pertengahan April mendatang kepada Presiden di kedua negara.
"Menurut rencana akan kita serahkan pertengahan April mendatang sembari menunggu keputusan dan jawaban baik dari Presiden RI maupun Timor Leste," kata Benjamin Mangkoedilaga SH, ketua bersama KKP asal Indonesia, di Denpasar, Senin.
Ia mengungkapkan, meski sesuai yang dijadwalkan KKP harus dapat menyelesaikan tugasnya per 31 Maret 2008, sementara penyerahan catatan akhir masih harus menunggu kepastian dari pimpinan pemerintahan di kedua negara.
"Kita masih menunggu jawaban dari Presiden, kapan dan di mana mereka bisa menerima penyerahan laporan akhir dari KKP tersebut," katanya.
Namun demikian, kata dia, pihaknya tetap punya target untuk dapat menyerahkan "bendel" yang berisikan catatan tentang hasil temuan KKP seputar jajak pendapat di Timor Leste tahun 1999 itu pada pertengahan April mendatang.
Senada dengan Benjamin, Jacinto Alves, anggota KKP asal Timor Leste, mengatakan, semasa menunggu jawaban dari Presiden, pihaknya akan memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk memperbanyak "bendel" yang telah tersusun dengan memfotocopynya.
Jacinto menyebutkan, dalam laporan akhir KKP antara lain berisikan ungkapan tentang kebenaran konklusif mengenai penyebab, sifat dan hakikat serta cakupan pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Leste.
Catatan tentang itu sekaligus menorehkan sejarah bersama mengenai pelanggaran HAM yang dilaporkan terjadi menjelang dan setelah jajak pendapat 1999.
Pada akhirnya, "bendel" yang akan disampaikan kepada Presiden kedua negara, berisikan rumusan dan merekomendasikan cara-cara untuk menyembuhkan luka lama dan memulihkan martabat manusia melalui upaya-upaya pemajuan rekonsiliasi dan persahabatan, ujarnya.
Benjamin menambahkan, dalam laporan akhir tersebut, "bendel" tidak merekomendasikan perlunya dilakukan peradilan HAM
ad-hoc susulan.
"Kita tidak rekomendasikan perlunya dibuka kembali peradilan HAM
ad-hoc, setelah hal itu sempat dilakukan di Indonesia dengan menggiring 12 tersangka pelaku pelanggaran HAM berat di Timor Leste pada 1999," katanya.
Rui Santos, anggota KKP bidang hukum asal Timor Leste menambahkan, catatan akhir dari kerja KKP yang dibentuk Agustus 2005, tidak merekomendasikan perlunya diadakan peradilan HAM baru.
"Dalam cacatan yang akan kami sampaikan kepada Presiden RI dan Timor Leste itu, kami hanya menyoroti ada institusi tertentu yang telah melakukan pelanggaran HAM baik sebelum maupun sesudah jajak pendapat di Tomor Leste pada 1999," ucapnya.
Santos tidak menyebutkan nama institusi yang telah melanggar HAM tersebut, namun dikatakan bahwa kejadian serupa tidak perlu terulang kembali di masa mendatang.
Benjamin mengungkapkan, pada pokoknya KKP merekomendasikan tentang perlunya diambil langkah-langkah yang lebih kongkret bagi upaya peningkatan persahabatan kedua negara di masa mendatang. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008