Damaskus (ANTARA News) - Pertemuan puncak Arab gagal membuat terobosan mengenai Lebanon, Minggu, dan itu merupakan pertanda nyata terjadinya keretakan antara tuan rumah Suriah dan negara-negara Arab sekutu Amerika Serikat. "Tidak ada hal baru dalam pertemuan puncak tersebut, ini seperti pertemuan-pertemuan puncak sebelumnya," kata pemimpin Libya, Moamar Gadhafi, kepada AFP. "Hal yang paling penting mengenai pertemuan puncak ini adalah adanya pengakuan atas perbedaan dan berbagai masalah serta kebencian di antara negara-negara Arab." Deklarasi Damaskus -- yang dibacakan pemimpin Liga Arab Amr Mussa, pada akhir pertemuan tersebut -- mengimbau Lebanon untuk memilih seorang presiden hasil kemufakatan dan mendukung kembali prakarsa Arab untuk perdamaian dengan Israel. Para pemimpin Arab juga mendesak Irak untuk "membubarkan semua milisi tanpa kecuali ... dan mempercepat pembangunan serta pelatihan pasukan bersenjata dan pasukan keamanan ... sebagai persiapan bagi penarikan tentara asing dari Irak." Deklarasi itu juga mengimbau negara-negara Arab untuk memperkuat kehadiran diplomatik di Irak dengan membuka kedutaan besar. Mengenai Lebanon, "pemimpin Arab menekankan komitmen prakarsa Arab untuk memecahkan krisis Lebanon, dan mengimbau para pemimpin untuk memilih calon konsensus yang sudah disepakati, yakni Jenderal Michel Sleiman." Mereka juga meminta hubungan antara Lebanon dan mantan pialang kekuasaan di Lebanon yaitu Suriah, untuk diletakkan "di jalur yang benar". Politikus Lebanon yang berseteru sebaiknya "memutuskan dengan dasar demi terbentuknya suatu kabinet persatuan nasional". Separuh dari 22 anggota Liga Arab termasuk negara pro-Barat yaitu Arab Saudi, Mesir dan Jordania, memboikot pertemuan puncak Damaskus dan menuding Suriah sebagai penyebab krisis berkepanjangan di Lebanon. Washington sudah mendesak para sekutunya untuk berpikir dua kali sebelum datang ke acara tersebut, dengan alasan Suriah menghalangi pemilihan presiden Lebanon. Presiden Suriah Bashar al-Assad, saat membuka pertemuan puncak tersebut, Sabtu, menyangkal tuduhan campur tangan di Lebanon. Lebanon tidak memiliki presiden sejak November, seiring Presiden Emile Lahoud, yang pro-Suriah, mengundurkan diri pada akhir masa jabatan di tengah kebuntuan antara anggota kabinet yang didukung Barat dan oposisi Hisbullah --yang didukung Suriah dan Iran. Para pemimpin Arab juga memperbarui tawaran kepada Israel yaitu pemulihan hubungan sepenuhnya asalkan negara Yahudi itu mundur dari wilayah yang direbut saat perang Timur Tengah tahun 1967. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008