Jakarta (ANTARA) - Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan upaya investasi yang aman agar semakin banyak lagi investor yang menanamkan modalnya di berbagai proyek terutama dalam proyek pengembangan infrastruktur seperti bisnis jalan tol.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danang Parikesit dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyatakan, masih banyak investor asing takut untuk mengambil risiko investasi berbasis proyek.
Danang mengemukakan hal tersebut saat berpartisipasi dalam 2nd Indonesia Investment Day (IID) yang digelar di Singapura, Jumat (26/7/2019).
Menurut Danang, ada tiga cara investasi yang mudah dan aman untuk para investor asing dapat memulai berinvestasi di bisnis jalan tol.
"Cara yang pertama adalah investasi melalui pasar modal. Saat ini sudah banyak Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang merupakan perusahaan terbuka sehingga investor dapat dengan mudah membeli saham atau membuat kesepakatan strategis langsung dengan BUJT," ujarnya.
Cara yang kedua, lanjutnya, yaitu dengan membentuk konsorsium perusahaan dengan 33 BUJT di Indonesia. "BPJT selaku regulator dapat memfasilitasi investor yang tertarik dalam skema investasi ini.
"Tentu saja hal ini aman bagi investor asing, mengingat BUJT memahami betul proses bisnis jalan tol sehingga mengurangi risiko yang harus dihadapi oleh investor asing," katanya.
Sedangkan cara yang ketiga adalah untuk para investor yang berani mengambil risiko, dapat melakukan investasi langsung ke Indonesia dengan membentuk BUJT dan menjadi lead konsorsium. "Sudah ada beberapa perusahaan asing yang melakukan hal ini, biasanya adalah perusahaan yang awalnya memang bergerak di bisnis jalan tol," jelas Danang.
Sebelumnya, ekonom UI Faisal Basri menyatakan, skema bisnis berbentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dinilai masih ada ketidakpastian, sehingga membuat investor gamang menanamkan modalnya di proyek pemerintah tersebut.
"PPP (public private partnership atau KPBU) membuat swasta gamang, karena ketidakpastian,” kata Faisal Basri dalam diskusi bertajuk "Menjawab Tantangan Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum" di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Ia menjelaskan kemudahan berbisnis di Indonesia terus mengalami perbaikan yang signifikan. Hal itu terlihat dari peningkatan peringkat Indonesia dalam laporan Bank Dunia, Ease of Doing Business (EoDB) yang terus membaik.
Indonesia pada 2017 berhasil mencapai posisi ke-72 di antara 190 negara di dunia yang disurvei Bank Dunia. Namun, pada 2018, peringkat Indonesia justru turun ke posisi 73.
Faisal menuturkan, dari 10 indikator dalam EoDB itu, ada satu elemen yang dinilai sangat jeblok, yakni enforcing contract. Indonesia, menurut dia, seringkali tidak mengikuti atau menghargai kesepakatan yang sudah didapatkan dengan investor.
Oleh karena itu, Faisal meminta Presiden Jokowi untuk segera membereskan masalah ini agar investasi bisa lebih moncer dan banyak investor menanamkan modal di Indonesia.
Ia juga mengingatkan pentingnya mendorong partisipasi swasta baik asing maupun domestik untuk mendukung program pembangunan yang akan diusung Jokowi di periode kedua kepemimpinannya.
Baca juga: Pemerintah dorong keterlibatan swasta bangun infrastruktur
Baca juga: Bank daerah dan swasta didorong danai proyek jalan tol
Baca juga: BPJT ungkap alasan tol sulit untuk digratiskan di Indonesia
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019