Proses memasak yang lama tidak merusak nilai gizi yang terkandung
Padang, (ANTARA) - Rendang makanan khas Sumatera Barat semakin bersinar dan layak disematkan sebagai masakan pemersatu bangsa dengan digelarnya lomba memasak rendang antar-istri Gubernur se-Indonesia.
Para istri gubernur yang juga menjadi ketua tim penggerak PKK di masing-masing wilayahnya itu beradu masak di hari terakhir rangkaian acara Hari Kesatuan Gerak PKK Nasional ke-47 yang dipusatkan di Padang pada 24-27 Juli 2019.
Jika selama ini khalayak hanya melihat penampilan para ibu PKK mendampingi suaminya menghadiri beragam acara dengan penampilan menawan, di Padang mereka adu kepandaian memasak rendang, makanan terenak di dunia yang mendapatkan pengakuan dari CNN.
Panitia pun menyiapkan segala sesuatunya mulai dari daging sapi sebagai bahan utama, bumbu-bumbu hingga kompor dan kuali sebagai peralatan memasak yang digelar di pelataran Museum Adityawarman Padang.
Untuk juri yang dihadirkan pun bukan sembarang orang, karena yang menilai masakan adalah seorang pakar kuliner terkemuka di Tanah Air yakni Wiliam Wongso.
Maka jadilah pada Jumat 26 Juli 2019 para istri gubernur se-Tanah Air adu keterampilan memasak rendang Minang. Di sini terlihat bagaimana para ibu PKK dari Aceh sampai Papua tersebut menyuguhkan kelihaian memasak.
Mereka pun mengenakan pakaian khas daerah masing-masing dan dalam suasana yang gembira berkompetisi memperebutkan hadiah total Rp22,5 juta.
Suasana lomba kian pecah karena diiringi hiburan musik dan penyanyi yang membawakan lagu-lagu daerah di Tanah Air. Sehingga tak sedikit peserta yang memasak sambil berjoget menikmati alunan musik sembari diiringi gelak tawa.
Untuk memasak rendang dibutuhkan waktu sekitar 3,5 jam dengan bahan daging sapi, santan, cabai halus, bawang dan rempah lainnya.
Tahap pertama, daging, semua bumbu dan santan dimasak dan terus diaduk hingga berwarna kecoklatan atau disebut kalio. Setelah itu masakan terus diaduk dan dimasak dengan api kecil hingga mulai kehitaman dan menjadi rendang.
Akhirnya setelah tiga jam lebih bertanding, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Tengah Siti Atiqoh Supriyanti yang merupakan istri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo terpilih sebagai pemenang pertama.
Untuk juara 1 diraih Tim PKK Jawa Tengah yang dikomandoi langsung ketua PKK Siti Atiqoh, kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Arfian.
Atas prestasi tersebut Tim Penggerak PKK Jawa Tengah berhak mendapatkan hadiah uang tunai Rp10 Juta.
Kemudian juara II diperoleh tim Penggerak PKK Bengkulu dengan hadiah uang tunai Rp7,5 juta dan juara tiga Tim Penggerak PKK Sumatera Utara mendapatkan hadiah Rp5 juta.
Menurut Dewan Juri Wiliam Wongso kriteria penilaian meliputi teknis memasak dengan poin 30 persen, rasa 40 persen, penyajian 15 persen dan kebersihan 15 persen.
Sementara Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Tengah Siti Atiqoh mengaku ini merupakan pengalamannya yang kedua memasak rendang.
"Jangan-jangan nanti mas Ganjar minta dimasaki di rumah, tapi tidak apa-apalah biar makannya banyak dan agak gemuk sedikit," katanya.
Siti mengaku memasak rendang merupakan pengalaman baru baginya karena butuh waktu tiga jam dan akan membawanya sebagai oleh-oleh untuk suami.
Ia mengaku takjub dengan bumbunya yang lengkap, dan yang membedakan dengan masakan lain adalah waktu memasak yang cukup lama.
Kalau makanan lain cukup 30 menit sudah selesai, ini juga menguji kesabaran mengaduknya, kata dia
Ia meyakini, tidak ada orang yang tidak suka dengan rendang.
Wali Kota Padang Mahyeldi menilai kegiatan lomba memasak rendang antar PKK se-Indonesia merupakan salah satu sarana memperkenalkan cara memasak rendang ke seluruh Indonesia.
Mahyeldi berharap dengan lomba memasak rendang ini para ibu PKK se-Indonesia bisa mengetahui bagaimana cara memasak dan menyajikannya.
Apalagi rendang sudah mendapat pengakuan internasional sebagai makanan yang enak dan tentu saja warga Nusantara penasaran juga ingin tahu bagaimana cara memasaknya, kata dia.
Baca juga: Istri Ganjar Pranowo juara memasak rendang antar istri gubernur
Baca juga: Istri Gubernur se-Indonesia adu kepandaian memasak rendang
Kaya Gizi
Tidak hanya enak dinikmati hasil penelitian guru besar Universitas Andalas (Unand) Padang menemukan kendati rendang dimasak dalam waktu lama ternyata nutrisi yang terkandung di dalamnya tetap terjaga.
"Selama ini memasak rendang selalu dilakukan dalam waktu lama hingga berwarna coklat kehitaman. Yang menjadi tanda tanya apakah nutrisinya berkurang dan berpengaruh bagi kesehatan saat dikonsumsi? Ternyata tidak berkurang," kata Guru Besar Unand Padang Prof Fauzan Azima.
Pertanyaan berikutnya, lanjut dia, rendang yang dihasilkan dari daging dan santan serta bumbu rempah yang dimasak dengan suhu tinggi dalam waktu lama apakah mungkin membentuk senyawa berbahaya dan warnanya yang coklat kehitaman membahayakan kesehatan?
"Ternyata ketika dilakukan pengamatan saat memasak rendang 30 menit pertama dari daging menjadi gulai terjadi peningkatan daya cerna protein dari 87,58 persen menjadi 91,51 persen," ujar dia.
Kemudian, pada pemanasan selanjutnya hingga berubah wujud menjadi kalio, daya cerna protein turun menjadi 90,31 persen.
Dan saat terbentuk rendang basah turun menjadi 88,59 persen dan saat jadi rendang kering berwarna hitam daya cerna protein menjadi 86,39 persen.
"Artinya daya cerna protein rendang hanya turun satu persen dibandingkan saat masih berbentuk daging yang belum dimasak. Proses memasak yang lama tidak merusak nilai gizi yang terkandung," kata dia.
Tidak hanya itu selama proses pemasakan terungkap tidak terbentuk angka peroksida dan asam lemak trans, dan angkanya berada pada angka 0,00 persen.
Selain itu protein rendang yang dimasak pada suhu di atas 80 derajat Celcius mengalami denaturasi sehingga terjadi penguraian protein menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna.
Ternyata selain rasanya yang lezat, gizinya yang baik, rendang pun mudah dicerna dan tentu menjadi mudah diterima pada semua lidah masyarakat nusantara. Karena itu, lengkaplah sudah, rendang memang layak menjadi simbol pemersatu bangsa. *
Baca juga: Produk unggulan PKK se-Indonesia dipamerkan di Padang
Baca juga: Sumbar usulkan Rendang jadi Warisan Dunia UNESCO
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019