Jakarta (ANTARA News) - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan (Korsel) menginginkan agar pelatihan bahasa Korea dalam masa prakeberangkatan dapat diperbanyak sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan efektivitas kerja TKI di Korsel. Hal tersebut terungkap dalam Lokakarya Nasional tentang "Peningkatan Kualitas Perekrutan dan Penyiapan TKI ke Korea" yang diselenggarkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jakarta, Sabtu. Menurut Koordinator Projek Nasional ILO, Albert Bonasahat, lokakarya tersebut memang bertujuan untuk mencari tahu beragam hal yang bisa dilakukan guna meningkatkan kemampuan para pekerja asing, termasuk dari Indonesia, ketika mereka dipekerjakan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Korea. "Berbagai hal yang akan dibahas adalah pelajaran yang didapat dari pengalaman para TKI berdasarkan hasil survei, status pelaksanaan Employment Permit System (EPS) atau Sistem Izin Kerja di Korsel dan mengembangkan rekomendasi dalam peningkatan sistem dan prosedur, baik di Korsel maupun di Indonesia," katanya. Hasil survei yang dilakukan ILO dan Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia menemukan bahwa sekitar 90 persen TKI ingin agar waktu untuk pelatihan bahasa Korea pada pelatihan prakeberangkatan harus diperbanyak. Hal tersebut juga terindikasi dari penemuan dalam satu kali tes Ujian Bahasa Korea atau Korean Language Test (KLT), TKI merupakan pekerja yang paling tinggi tingkat ketidaklulusannya dibanding pekerja dari negara lain yakni Filipina, Thailand, dan Vietnam. Survei tersebut juga memaparkan, biaya pelatihan prakeberangkatan paling mahal terdapat di Indonesia dengan biaya rata-rata 510 dolar AS dan yang terendah terdapat di Filipina sebesar 109 dolar AS. Sedangkan biaya rata-rata pelatihan prakeberangkatan di Vietnam 290 dolar AS dan di Thailand 228 dolar AS. Hasil survei juga menyebutkan, sekitar 75 persen TKI mengharapkan agar waktu yang dihabiskan untuk mendiskusikan keselamatan kerja diperbanyak, dan sekitar 60 persen TKI mengimbau agar pembahasan tentang masalah teknik dan keterampilan kerja ditambah waktunya. Survei yang menjaring 125 TKI itu juga menemukan bahwa TKI ternyata juga menunjukkan minat yang tidak terlalu besar untuk bergabung dengan serikat pekerja di Korsel. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008