Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai sektor riil dianggap sulit mengimbangi sektor finansial karena kurangnya dukungan infrastruktur dan ketenagakerjaan. "Dari sebelum masa reformasi, sektor finansial lebih liberal sehingga mereka lebih kompetitif, sedangkan sektor riil banyak mengalami distorsi, terutama karena banyaknya campur tangan pemerintah," kata Deputi Kemeneg PPN/Bappenas Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan, Bambang Widianto, di ruang kerjanya, Jumat. Pasca-reformasi, katanya, sektor finansial muncul menjadi penggerak ekonomi, sementara itu sektor riil semakin tertinggal karena tuntutan harus lepasnya peran pemerintah, dengan sokongan infrastruktur dan tenaga kerja yang minim. "Oleh karena itu, hampir seluruh sumber daya yang tersisa pada APBN difokuskan pada pembangunan infrastruktur, meskipun jumlahnya sangat minim," ujarnya. Dia mengingatkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah hanya sekitar 20 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dengan beberapa alokasi belanja tetap untuk subsidi, pembayaran utang, pembayaran gaji dan lain sebagainya. Sedangkan, katanya, faktor lambannya reformasi ketenagakerjaan membuat upah buruh sangat mahal untuk sektor riil. Dikatakannya, pembangunan sektor riil pun harus diarahkan pada industri padat karya, sehingga bisa menyerap tenaga kerja. "Selama ini dikatakan pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas, sebenarnya tidak. Pertumbuhan ekonomi kita bisa menciptakan lapangan pekerjaan, tetap tidak cukup untuk menyerap seluruh tenaga kerja yang ada," ujarnya. Dia kemudian mengutip angka pertumbuhan ekonomi China yang pada beberapa tahun terakhir terus mencapai angka dua digit persen, sementara Indonesia masih bertahan pada kisaran 5 persen. Pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan menjadi 14,2-16 persen dan angka pengangguran menjadi 8-9 persen pada 2008. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008