Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) siap ikut mengawasi iklan-iklan tidak sehat yang dapat menyesatkan konsumen dan semakin marak dilakukan produsen akhir-akhir ini. "Kita membangun pemahaman bersama dengan Badan Pengembangan Konsumen Nasional untuk `mengenforce` iklan yang tidak sehat," kata Ketua KPPU, Muhamad Iqbal, di Jakarta, Jumat. Dia mengatakan dalam Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 memang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang termasuk ditugasi mengawasai peredaran iklan yang tidak sehat tersebut. Tetapi sayangnya BPSK dibangun dengan setengah hati di beberapa tempat, padahal seharusnya BPSK memiliki sumber daya manusia yang memiliki kapasitas di masalah perlindungan konsumen, memiliki fasilitas kerja yang memadai dan sumber daya manusia yang mencukupi, sehingga tugas perlindungan konsumen dapat dilaksanakan dengan baik. Iqbal mengatakan di banyak negara telah terjadi harmonisasi karena KPPU dapat melaksanakan fungsi perlindungan konsumen yang dimiliki oleh BPSK. Namun untuk di Indonesia harus ada "enforcement" dari Undang-undang 8 Tahun 1999 yang dapat dilakukan oleh KPPU. Inti dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, menurut dia, adalah mengenai persaingan usaha yang juga melindungi konsumen. Inti dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 secara tujuan juga perlindungan konsumen, hanya saja pasal-pasalnya berbeda. "Kalau ini (pengawasan iklan menyesatkan) ditugaskan ke KPPU, selesai. Kalau kita siap saja karena di banyak negara praktik itu sudah ada," ujarnya. Ia juga mengatakan, sebenarnya masalah iklan menyesatkan lebih dekat dengan masalah persaingan usaha dari pada perlindungan konsumen yang umumnya menindaklanjuti masalah takaran maupun kualitas produk. Ia mencontohkan, iklan yang berasal dari persaingan tidak sehat adalah iklan komunikasi yang saling "bersahutan" akhir-akhir ini. Iqbal mengatakan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebenarnya harus menyelesaikan masalah iklan komunikasi yang dianggap tidak sehat dan marak akhir-akhir ini, tetapi BRTI tidak mempunyai kewenangan untuk menindak. Oleh karena itu KPPU dan BRTI harus melakukan kerjasama terlebih dulu untuk dapat menindak. "Dibangun dulu kerjasamanya jangan sampai dibilang KPPU pingin kerja sendiri," katanya. Masalahnya, ada iklan menyesatkan tapi siapa yang menjadi wasitnya. Jika mengacu pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 maka BPSK yang menjadi wasit, tapi kalau BPSK setengah hati akan sulit untuk memberikan sanksi tegas. "BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) ada, tetapi tidak ada kewenangan untuk memberi sanksi, yang memberi sanksi BPSK. Di DKI saja BPSK dibangun setengah hati, bagaimana di daerah lain?" tambahnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008