Denpasar (ANTARA News) - Krisis yang melanda perbankan Indonesia tahun 1997 bisa terulang kembali jika kecenderungan perlambatan ekonomi global akibat resesi Amerika Serikat gagal diselamatkan. "Perlambatan ekonomi global akibat resesi Amerika Serikat masih sulit diprediksi. Tetapi kalau kondisinya terus memburuk, dampaknya membahayakan. Perbankan kita bisa kembali mengalami krisis seperti `97-`98," kata Ketua Forum Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia, Raden Pardede di Kuta, Bali, Kamis. Ia mewakili Menteri Keuangan RI menjadi pembicara kunci pada Pertemuan ke-6 Forum Pemimpin Lembaga Penjamin Simpanan se-Asia (The 6th Asia Regional Committee (ARC) Annual Meeting), yang merupakan forum pertemuan tertinggi para pemimpin penjamin simpanan (deposit insurers) se-Asia. Raden Pardede yang menjadi salah seorang calon Gubernur Bank Indonesia, namun ditolak DPR, dalam forum itu berbicara dengan tema "Perkembangan Ekonomi Indonesia: Sekarang dan Mendatang". Menurut dia, negara manapun, termasuk Indonesia, tentu tidak berharap terkena imbas memburuknya ekonomi global akibat resesi di AS yang rentan memberikan pengaruh terutama pada pasar modal dan perbankan. Guna menekan resiko sekecil mungkin, maka lembaga keuangan di Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah strategis yang diharapkan bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya kondisi terburuk. "Siapkan langkah antisipasi, paling tidak dengan menjaga likuiditas. Lembaga keuangan domestik harus hati-hati. Jaga likuiditas. `Risk` manajemen itu sangat penting," kata komisaris BCA sejak 6 Mei 2004 itu. Namun menurut Pardede, perlambatan ekonomi global tersebut sejauh ini belum banyak berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia. Kondisi perekonomian 2008 ini diproyeksi masih sama dengan tahun 2007, yakni pertumbuhan rata-rata antara 6,2-6,4 persen. Pemerintah juga tengah melakukan upaya menyelamatkan pasar finansial dengan skema pengendalian krisis. Namun pelaku perbankan dan pasar modal sebagai pihak yang paling rentan terkena dampak, harus melakukan persiapan sendiri. "Kita tidak bisa `taking for granted`, tidak boleh merasa terlalu yakin bahwa ini tidak akan berdampak. Tetap harus ada antisipasi," tambahnya seraya mengakui dirinya juga menyiapkan sejumlah langkah guna meredam kemungkinan terjadi kondisi terburuk. Kegiatan tahunan yang diselenggarakan Lembaga Penjamin Simpanan yang mendapat giliran sebagai tuan rumah itu dibuka oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Rudjito, menghadirkan pembicara dari sejumlah negara. Dari 98 negara yang telah memiliki sistem penjaminan simpanan, 51 negara telah bergabung dalam asosiasi internasional penjamin simpanan atau "International Association of Deposit Insurers/IADI".(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008