Tokyo (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Chiba, Jepang, kembali menjatuhkan vonis penjara bagi warga Indonesia, Rosita Yulia Patricia Rembeth (50) yang didakwa melakukan perdagangan manusia ke Jepang, dengan hukuman penjara selama 2,4 tahun serta denda 1,5 juta yen.Demikian keterangan yang disampaikan kepala Konsuler KBRI Tokyo Amir Radjab Harahap di Tokyo, Kamis, usai menerima salinan keputusan Pengadilan Negeri Chiba terhadap Rosita.Vonis tersebut juga menyatakan kemungkinan kerja paksa bagi mantan staf lokal Kedubes Jepang di Jakarta itu jika yang bersangkutan tidak mampu membayar denda. Hakim Ketua yang memimpin sidang, Hoka Saka, juga memberikan kesempatan kepada Rosita untuk mengajukan banding dalam tempo dua minggu. Rosita sendiri menyatakan meminta waktu untuk berpikir dulu. Vonis yang dijatuhkan terhadap Rosita, jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Takagaki Yohei yang menuntut hukuman penjara selama 3,6 tahun Hal-hal yang meringankan Rosita, seperti diungkapkan hakim, adalah terdakwa menyesali perbuatannya, memiliki anak yang harus ditanggung, serta telah dikeluarkan dari tempat kerjanya. Sebelumnya Rosita bersama Carrand Christo Tangka (39) warga Indonesia lainnya dituduh menjadi otak pelaku perdagangan manusia bagi WNI untuk dibawa ke Jepang. Keduanya ditahan imigrasi bandara Narita awal September 2007, menyusul kecurigaan pihak imigrasi setempat terhadap paspor Wagner yang diakui anak oleh Rosita saat itu. Bersama keduanya ketika itu juga ikut tiga warga Indonesia lainnya. Namun kecurigaan pihak imigrasi terhadap paspor Wagner membuat keempat WNI lainnya yang sudah lebih dulu "bebas" dari pemeriksaan imigrasi tersebut kembali dikejar aparat imigrasi untuk kemudian dimasukkan dalam tahanan kepolisian. Carrand, yang bekerja sebagai pramugara Garuda Indonesia, sudah lebih dulu dijatuhi hukuman penjara 2,8 tahun berikut denda sebesar 2 juta yen, juga kerja paksa jika tidak bisa membayar tuntutan denda tersebut. Pengadilan Jepang menilai keduanya melakukan pelanggaran imigrasi Jepang karena terbukti memiliki motif memperoleh keuntungan dengan menerima sejumlah uang untuk memasukkan manusia ke Jepang secara tidak sah. Baik Rosita maupun Tangka diduga sebagai bagian dari sindikat kejahatan internasional yang melibatkan mafia Jepang dan Indonesia. Namun keduanya juga dianggap hanya sebagai otak pelaku di lapangan saja, sementara otak sesungguhnya tidak terjamah hukum. Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar sendiri mengecam keras praktik perdagangan manusia atau "human trafficking" yang menjadikan warga Indonesia sebagai komoditas dagang, apalagi hal itu dilakukan oleh warga Indonesia sendiri. "Aparat Indonesia perlu meningkatkan kerjas amanya dengan kalangan internasional, karena kejahatan ini juga sudah bersifat global yang melibatkan sindikat dari masing-masing negara," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008