Jakarta (ANTARA News) - Gugatan perdata negara terhadap mantan Presiden Soeharto (alm) dan Yayasan Beasiswa Supersemar akan diputuskan Kamis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Posisi Soeharto sebagai tergugat diwakili oleh sejumlah anaknya, setelah penguasa Orde Baru itu meninggal dunia di Jakarta tanggal 27 Januari 2008. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar itu diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan beasiswa yang pernah diketuai Soeharto itu. Jaksa Pengacara Negara (JPN) menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim JPN Dachamer Munthe,di Jakarta, Kamis, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterimadisalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 , Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan, termasuk Yayasan Supersemar. Namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. (*)

Copyright © ANTARA 2008