"Intinya, apapun keputusannya menjadi win-win solution (memuaskan semua pihak) bagi kedua belah pihak dan jangan sampai merusak citra Indonesia di mata investor," kata Ahmad Heri Firdaus, Kamis.
Menurut dia, terhambatnya pembangunan Pelabuhan Marunda akibat konflik internal antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan anak usahanya PT Karya Citra Nusantara (KCN) berpotensi merusak citra investasi di Indonesia.
Untuk itu, ujar dia, penyelesaian konflik internal terkait penambahan porsi saham sepatutnya diselesaikan secara business to business (antarbisnis), bukan dibawa ke pengadilan yang nantinya diputuskan oleh hakim dengan kaca mata hukum.
Sebagaimana diwartakan, polemik pembangunan Pelabuhan Marunda tidak kunjung henti. KBN dan KTU membentuk anak perusahaan PT KCN dengan porsi kepemilikan saham KBN 15 persen yang tidak akan terdelusi dan KTU 85 persen.
Seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan.
"Kalau ranah hukum, nanti investor takut, nanti kalau saya bisnis di sini bisa ke ranah hukum, makanya jangan ada kepentingan lain mengorbankan investor yang sudah susah payah, investasi mahal, tiba-tiba ditengah jalan disuruh pergi dan harus bayar," jelasnya.
Heri mengingatkan bahwa peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business Indonesia saat ini turun ke posisi 73 dari sebelumnya 72, di mana pilar enforcing contract (penegakan kontrak) Indonesia berada di posisi yang rendah.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI Inas Narsullah Zubir ingin memanggil PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN terkait dengan adanya konflik internal dalam pengelolaan Pelabuhan Marunda di Jakarta Utara itu.
Inas Narsullah Zubir dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan selama ini memang KBN tidak tersentuh dengan Komisi VI DPR, namun seiring adanya konflik internal di Pelabuhan Marunda maka direncanakan untuk memanggil Direksi KBN.
Terkait waktu pemanggilan, Inas melihat akan dilakukan setelah masa reses DPR. Reses DPR dimulai pada 26 Juli 2019.
"Kalau sekarang mendekati reses, jadi setelah reses (untuk memanggil direksi KBN), sekarang saya akan bicarakan dulu dengan teman-teman Komisi VI," ucapnya.
Baca juga: Legislator ingin panggil KBN terkait pengelolaan Pelabuhan Marunda
Baca juga: Investasi pengembangan Pelabuhan Marunda perlu hargai kontrak awal
Baca juga: Anggota DPR: Pengembangan pelabuhan Marunda tidak boleh terhambat
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019