Jadi kami melihat memang lambat laun akan terjadi internasionalisasi renminbi yang semakin besar
Jakarta (ANTARA) - Mata uang Republik Rakyat China, yuan atau dikenal dengan renminbi, diprediksi semakin banyak digunakan dalam perdagangan Indonesia -China.
Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengatakan saat ini sekitar 10 persen perdagangan Indonesia-China telah menggunakan renminbi.
"Walaupun tidak ada data yang pasti, tapi sekitar 10 persen perdagangan Indonesia-Tiongkok sudah dengan renminbi, dan diperkirakan ini akan terus meningkat," ujar Dino ditemui dalam "FPCI-BOC CFO Forum 2019" di Jakarta, Kamis.
Untuk itu, lanjut Dino, perusahaan Indonesia juga perlu membuka diri menggunakan renminbi untuk bertransaksi dengan China.
Namun, Dino mengatakan, perusahaan Indonesia harus mengerti penggunaan renminbi untuk meminimalisir risiko. Sebab, menurut dia, perdagangan dengan menggunakan renminbi memiliki sistem yang berbeda dari dolar AS.
China, menurut Dino, juga sebagian besar masih menggunakan dolar AS dalam perdagangan mereka, misalnya dari segi invoice. Namun, perusahaan China dengan skala lebih kecil, yang cenderung tidak terekspos perbankan internasional, selalu menggunakan renminbi.
"Kalau kita mau menggaet perusahaan China yang skalanya menengah ke bawah penggunaan renminbi lebih menjanjikan bagi mereka," kata Dino.
"Yang jelas dengan prospek ke depan yang lebih besar ini, ruang menggunakan renminbi ini lebih besar," lanjut dia.
Lebih lanjut Dino menjelaskan perbedaan renminbi dengan dolar AS. Menurut dia, dolar AS memiliki floating yang lebih bebas dan lebih terbuka.
"Sekarang renminbi sudah mulai floating tapi masih terkontrol oleh China, dan belum ada open capital account, sementara kalau dolar Amerika Serikat ada, tapi yang jelas pengaruh renminbi sekarang semakin besar," ujar dia.
Misalnya, Dino memberi contoh nilai euro sudah terpengaruh pada pertukaran dolar AS dengan renminbi. Saat pertukaran dolar AS dengan renminbi naik, euro naik. Begitu pun sebaliknya, saat pertukaran dolar AS dengan renminbi turun, euro juga turun.
"Jadi kami melihat memang lambat laun akan terjadi internasionalisasi renminbi yang semakin besar," ujar Dino.
Meski begitu, Dino tidak melihat dalam jangka pendek dolar AS akan tergantikan dengan renminbi, karena sebagian besar perdagangan internasional masih menggunakan dolar AS.
Namun, menurut dia, pemerintah China akan semakin menggunakan renminbi dan akan mendorong penggunaan mata uang tersebut dalam perdagangan dengan negara-negara mitra dagang mereka.
"Ke depan kita perlu antisipasi penggunaan yang lebih besar, kita lihat semakin banyak perbankan Tiongkok yang ada di Indonesia sekarang. Dan, kalau misalnya Indonesia lebih aktif bekerjasama, tentu akan lebih banyak proyek-proyek yang akan menggunakan renminbi," kata dia.
Dino menyebut sejumlah proyek kerjasama dengan China, yang umumnya proyek bidang infrastruktur, saat ini telah menggunakan renminbi, termasuk proyek kereta api Jakarta-Bandung.
Keuntungan menggunakan renminbi, menurut dia, lebih stabil dibading dolar AS, sehingga membuat cost transaksi "lebih aman, walaupun tidak terjamin total."
Dino mengatakan China saat ini menjadi salah pemodal aktif di Indonesia, selain Jepang dan Korea Selatan.
"Kita juga harus bisa cerdik dan cerdas memanfaatkan modal-modal dari luar. Kalau orang mau kasih bantuan ke kita, kerjas amanya, terms-nya itu harus kita yang menentukan," kata Dino.
"Terms-nya harus menguntungkan kita, sesuai dengan kepentingan kita, dan untuk jangka pendek menguntungkan kedua belah pihak," tambah dia.
Baca juga: Yuan China menguat 123 basis poin terhadap dolar AS
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019