Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak siap melimpahkan kasus pajak PT Asian Agri kepada Kejaksaan Agung setelah penyidikannya selesai pada akhir Maret ini.
"Akhir Maret sebenarnya sudah bisa kita serahkan, tapi ada beberapa pertimbangan sehingga diserahkan ke kejaksaan secara bertahap mulai awal April," kata Direktur Penyidikan dan Investigasi Ditjen Pajak, M Tjiptardjo, di Kantor Pusat Ditjen Pajak di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, saat ini pihaknya sudah selesai membongkar dan mempelajari berbagai dokumen terkait kasus itu. Pihaknya juga juga menyelesaikan pemberkasan terhadap paling tidak 12 tersangka dalam kasus itu.
"Kita juga selalu koordinasi dengan kejaksaan di tingkat teknis sehingga pada saat penyerahan berkas, bukan hal yang sama sekali baru bagi kejaksaan," katanya.
Ia berharap berkas perkara yang akan diserahkan ke kejaksaan nantinya segera mendapat status P21 (lengkap) dari kejaksaan sehingga siap dilakukan penuntutan.
Tjiptardjo menyebutkan, pihaknya sudah berupaya menyiapkan semua alat bukti termasuk dari dokumen-dokumen terkait kasus itu yang jumlahnya sangat banyak. Ditjen Pajak mulai melakukan penyidikan atas kasus itu mulai Mei 2007.
Mengenai taksiran kerugian keuangan negara akibat kasus itu, ia mengatakan, masih seperti dugaan semula yaitu sekitar Rp1,3 triliun.
Ia menyebutkan, jumlah tersangka yang saat itu ada 12 orang bisa saja bertambah mengingat kasusnya cukup besar.
Sementara mengenai pemanggilan terhadap pemilik Asian Agri, ST, Tjiptardjo mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali dan terakhir pada pertengahan Maret 2008 ini.
"Surat pemanggilan ketiga sudah kita kirim tapi belum ada respon. Kami sudah merapat (berkoordinasi) dengan polisi, kalau tidak mau datang ya kita upayakan panggil paksa. Pemanggilan paksa ini merupakan kewenangan polisi," jelasnya.
Pada pemanggilan ketiga, Ditjen Pajak mengirim ke empat alamat terdiri dari dua di Indonesia dan dua di Singapura. Namun beberapa surat pemanggilan itu dikembalikan ke Ditjen Pajak, padahal pemanggilan itu baru sebagai saksi.
"Dia kami panggil sebagai saksi, kenapa mesti takut. Dalam pemanggilan kedua dia mengaku tidak menerima surat panggilan itu. Yang teken juga direksi dia. Dalam pemanggilan ketiga, satu surat yang ke Jakarta juga dikembalikan, sementara dua surat yang ke Singapura belum ada respon," katanya.
Menurut dia, kalau mau jujur sebenarnya yang bersangkutan tahu akan adanya pemanggilan itu untuk dimintai klarifikasi sebagai saksi. "Kalau emang dia tidak klarifikasi, yang rugi dia," katanya.
Ia menyebutkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa jika sampai batas waktu yang ditetapkan, tidak juga datang memenuhi panggilan.
"Kami sudah koordinasi, tinggal diformalkan, pertemuan dengan interpol juga sudah kita lakukan," katanya.
Sejak sekitar pertengahan 2007, Ditjen Pajak membongkar kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan perusahaan milik konglomerat ST. Kerugian negara karena kasus itu disebut-sebut mencapai sekitar Rp1,34 triliun.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008