Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyiapkan tiga pola pendekatan guna memperkecil askes masyarakat ke situs-situs negatif ataupun situs porno.
"Tiga pendekatan itu adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat inisiatif sendiri memblokir situs internet porno, membatasi akses jaringan internet di sekolah-sekolah, kampus, perkantoran dan memblokir akses penyelenggara jasa internet (ISP)," kata Menkominfo Muhammad Nuh, seusai seminar Konvergensi Telekomunikasi Berbasis Internet protocol (IP), di Jakarta, Rabu.
Menurut Muhammad Nuh, pemblokiran akses internet ke situs-situs tidak "sehat" merupakan kewajiban pemerintan karena internet adalah ranah publik.
"Semua pihak berhak menjadikan internet sebagai sumber pengetahuan, tetapi harus ada alat penangkal untuk masuk ke situs internet bermasalah," katanya.
Pemerintah sendiri bekerja sama dengan Politeknik Institut Teknologi Surabaya, pada 29 April 2008 akan melakukan ujicoba piranti lunak gratis tersebut.
"Software gratis dapat diunduh (download) dari situs Depkominfo," kata Nuh.
Ia optimistis upaya memblokir akses ke situs internet bisa berhasil jika semua pihak turut membantu pemerintah dalam menggalakkan program perang terhadap situs tidak sehat.
Meski begitu, Nuh tidak menyebutkan berapa jumlah situs internet yang berbau porno, termasuk jumlah situs yang telah diblokir.
"Jumlah situs porno di Indonesia saja teridentifikasi bisa mencapai sekitar 100 situs, namun pasti ada yang lolos dari blokir, dan akan selalu timbul situs-situs baru setelah diblokir," katanya.
Ia juga optimistis bahwa program ini akan cukup berhasil pada pengguna internet di sekolah, kampus, dan perkantoran, karena terminal komputer tidak langsung ke ISP, tetapi melalui sentral atau `gateway internet`.
Pemerintah dan DPR Selasa (25/3) mengesahkan UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE), sebagai payung hukum dalam mengatur antara lain mulai transaksi elektronik, hingga kejahatan di dunia maya.
"Salah satu pasal dalam UU ITE tersebut mengenakan denda Rp1 miliar dan penjara kurungan 6 tahun kepada pihak yang menyebarluaskan keasusilaan," kata Nuh.
Ia juga menandaskan, diperlukan semacam gerakan sosial mengajak masyarakat dalam bentuk "collective awareness", termasuk dengan stakeholder seperti Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), ID-SIRTI, dan Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) untuk duduk bersama mengamankan masyarakat dari situs-situs negatif yang sudah menjangkiti masyarakat. (*)
Copyright © ANTARA 2008