Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar Indonesia mempunyai perjanjian yang jelas dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam mengatur penempatan pasukan Indonesia, khususnya untuk bertugas di wilayah yang sensitif. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, usai rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa, mengatakan Presiden meminta agar pasukan Indonesia yang tergabung dalam pasukan perdamaian PBB tidak hanya mendapat jaminan politis, namun juga jaminan keamanan bagi personel. "Presiden berpesan agar 'payung' yang jelas dalam berbagai 'agreement' antara Indonesia dan PBB," tutur Menlu. Selain kejelasan pengaturan di bawah PBB, Menlu menambahkan bahwa Presiden juga mensyaratkan perlunya persetujuan dari negara penerima. Pada kunjungan ke Senegal 15 Maret 2008, Presiden Yudhoyono sempat bertemu dengan Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Al Bashir, yang meminta agar Indonesia melipatgandakan jumlah pasukan perdamaian yang akan dikirim ke Dafur, Sudan. Indonesia saat ini sudah menyiapkan 140 personel polisi untuk diberangkatkan ke Dafur. Namun, pemerintah Sudan meminta agar Indonesia melipatgandakan jumlahnya. Pada Rabu, Presiden menggelar rapat kabinet terbatas yang dihadiri Menko Polhukam Widodo AS, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kepala Staf AD Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo, Kepala Staf AL, Laksamana TNI Sumardjono, Kepala Staf AU, Marsekal TNI Subandrio, Sekjen Departemen Pertahanan (Dephan) Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolri Jenderal Pol Sutanto, Menkokesra Aburizal Bakrie, Mendiknas Bambang Sudibyo dan Menlu Hassan Wirajuda. Pada rapat itu, Menlu mengatakan Presiden juga menyampaikan pesan agar kebijakan luar negeri yang menggalang kerjasama dengan negara lain di bidang pertahanan disinergikan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan. "Karena itu diperlukan pemahaman akan berbagai komitmen yang dibuat pemerintah," ujar Hassan. Presiden, lanjut Menlu, juga telah meminta Menko Polhukam untuk melakukan koordinasi dalam satu forum dengan Menlu, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri, guna menyelaraskan kebijakan luar negeri Indonesia dan strategi di bidang pertahanan. "Dengan sinkronisasi itu kita tampil dalam satu bahasa, pemahaman yang sama dan tentunya langkah tindak yang terkoordinasi dan sinkron," tuturnya. Presiden, menurut Menlu, dalam rapat itu juga meminta adanya harmonisasi antara tugas duta besar dan atase pertahanan di masing-masing kantor perwakilan Indonesia di luar negeri. (*)
Copyright © ANTARA 2008