Jakarta (ANTARA) - Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang tersebar di seluruh Nusantara merupakan mekanisme yang harus sepenuhnya dikuasai oleh negara sehingga diharapkan jangan sampai dikomersialisasi oleh pihak yang hanya ingin mengambil keuntungan semata-mata.
"Ketika ada unsur swasta di dalamnya (SPAM) maka ditakutkan akan terjadi unsur komersialisasi dengan berorientasi kepada keuntungan," kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI Lasarus dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan, Komisi V DPR RI setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa SPAM merupakan tanggung jawab negara. Untuk itu, ujar dia, SPAM juga harus dikuasai oleh negara dan tidak boleh melibatkan pihak swasta untuk menjaga kebutuhan sehari-hari rakyat.
Menurut politisi PDIP itu, ketika ada pihak swasta di dalam pengelolaan SPAM, maka ditakutkan akan terjadi komersialisasi.
Namun, lanjutnya, bukan berarti bahwa negara menutup peran swasta dalam pengelolaan sumber daya air, karena hal tersebut bisa dilakukan selama tidak mengesampingkan hak-hak rakyat.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai sejumlah substansi dalam Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) berpotensi menghambat kegiatan bisnis dan menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha.
"Aktivitas usaha juga dikhawatirkan sulit berkembang dan kemungkinan terjadinya barriers to entry yang menyebabkan layanan kepada masyarakat tidak tersedia," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani pada di Jakarta, Selasa (23/7).
Hariyadi menjelaskan telah melakukan peniaian dampak regulasi dan menemukan sejumlah resiko jika draf RUU SDA tersebut diterbitkan. Aspirasi dari dunia usaha dinilai dapat menyempurnakan substansi dari RUU SDA pada saat ini.
RUU SDA ini akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) dan Pemerintah pada 25 Juli 2019. Menurut dia, pembahasan dalam Panja ini cukup penting karena setelahnya akan diparipurnakan pada masa bakti DPR.
Beberapa subtansi RUU SDA yang menjadi perhatian Apindo, di antaranya mengenai definisi fungsi air, di mana Apindo berpendapat perlunya keselarasan fungsi air secara sosial dan ekonomi.
Sejumlah substansi pasal dalam RUU SDA harus diubah, termasuk bunyi penjelasan dalam pasal 51 ayat 1 terkait dengan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Hariyadi menekankan batang tubuh pasal 51 dan penjelasannya secara tegas harus memisahkan fungsi sosial dan fungsi ekonomi dari air.
SPAM atau air perpipaan merupakan kewajiban Pemerintah dalam memenuhi air untuk kebutuhan sehari-hari untuk makan, minum, memasak, mandi, mencuci pakaian, membersihkan hajat dan menjalankan kegiatan keagamaan. Jadi SPAM atau air perpipaan merupakan perwujudan fungsi sosial air.
Sementara itu, AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) merupakan salah satu produk industri makanan dan minuman olahan yang menggunakan air sebagai bahan baku. Jadi AMDK adalah salah satu perwujudan fungsi ekonomi air. Sehingga AMDK dan SPAM air perpipaan tidak mungkin disamakan.
Apindo menilai jika AMDK disamakan dengan SPAM sehingga kemudian AMDK Swasta dilarang menggunakan air sebagian bahan baku, akan mematikan ratusan pelaku usaha dan ribuan tenaga kerja serta menghilangkan kepercayaan investor dan kepastian berusaha industri di Indonesia.
Baca juga: Apindo: RUU Sumber Daya Air berpotensi hambat kegiatan bisnis
Baca juga: Ketua DPR berharap RUU SDA cepat selesai dibahas dan diundangkan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019