Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memastikan akan mengirimkan nama-nama baru sebagai calon Gubernur Bank Indonesia (BI). Juru bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Kantor Presiden Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa hingga Selasa sore Presiden belum menerima surat dari pimpinan DPR. Namun, ia menegaskan, Presiden tetap akan mencalonkan nama-nama baru. "Sampai sekarang (Selasa sore), tadi saya cek belum sampai di Setneg, juga belum sampai di Presiden. Tetapi, apa pun surat itu Presiden akan mencalonkan nama baru," katanya. Meski DPR dalam suratnya juga tidak akan menjelaskan alasan penolakan terhadap dua calon yang sebelumnya diajukan DPR, Andi mengatakan, Presiden akan tetap mengajukan nama-nama baru. "Ada atau tidak ada, Presiden akan mengajukan calon. Tapi sayang kalau tidak ada alasannya karena Presiden masih bertanya-tanya, kita semua bertanya," tuturnya. Menurut Andi, Presiden saat ini sedang menyiapkan nama-nama calon baru namun ia tidak menyebutkan jumlah nama calon maupun asal calon itu, apakah berasal dari luar atau internal BI. Presiden, lanjut dia, akan secepatnya mengajukan nama-nama itu ke DPR karena Presiden ingin sudah ada calon Gubernur BI yang baru sebelum Gubernur BI yang sekarang, Burhanuddin Abdullah, mengakhiri masa jabatannya pada 17 Mei 2008. "Mudah-mudahan tidak ada lagi suara belum difit and proper test sudah ditolak," ujar Andi. DPR melalui keputusan sidang paripurna pada 18 Maret 2008 mengesahkan penolakan Komisi XI DPR terhadap dua calon yang diajukan Presiden, yaitu Agus Martowardoyo dan Raden Pardede. Surat penolakan itu diterima Presiden pada 21 Maret 2008, sepulangnya dari lawatan sepuluh hari ke mancanegara. Kemudian pada 23 Maret, Presiden mengirimkan surat ke DPR untuk meminta penjelasan mengenai alasan penolakan tersebut. Andi mengatakan, alasan penolakan itu menjadi penting bagi Presiden guna menentukan calon baru agar bisa diterima oleh DPR. Namun, pihak DPR menyatakan hanya akan mengirimkan surat yang menerangkan mekanisme formal uji kelayakan dan kepatutan di DPR tanpa menjelaskan alasan penolakan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008