Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa pemerintah akan membiayai defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2008 dengan pinjaman karena sumber non-pinjaman tidak memungkinkan."Sudah kita sampaikan dalam nota keuangan bahwa sumbernya berasal dari pinjaman karena sumber dari non pinjaman kurang memungkinkan," kata Sri Mulyani di Gedung DPR Jakarta, Selasa.Ia menyebutkan, tahun 2008 ini merupakan tahun terakhir kerja PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), sementara itu pembiayaan melalui privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga tidak terlalu menguntungkan."Privatisasi tidak menguntungkan karena situasi pasar saham kurang 'favourable', sehingga targetnya justru kita rasionalkan," katanya.Panitia Kerja (Panja) Asumsi Makro Panitia Anggaran DPR menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi senilai 6,4 persen, kurs 9.100 per dolar Amerika Serikat (AS), harga minyak 95 dolar AS per barel, suku bunga SBI tiga bulan 7,5 persen, "lifting"/produksi minyak 927 ribu barel per hari, inflasi 6,5 persen, dan defisit 2,1 persen (Rp88,1 triliun).Untuk membiayai defisit itu, pemerintah akan menambah penerbitan surat berharga negara dari Rp91,6 triliun menjadi Rp116,6 triliun dan pinjaman program dari Rp19,1 triliun menjadi Rp23,8 triliun.Menkeu mengatakan, pemerintah tidak dapat sepenuhnya mengontrol setiap angka di APBN, seperti harga minyak yang walaupun sudah dianggarkan sebesar 90 hingga 95 dolar AS per barel, ternyata realisasinya bisa berbeda. "Tetapi, kita melihat seberapa besar bobot resiko yang harus kita manage termasuk asumsi makro,mulai dari growth, inflasi, nilai tukar rupiah, SBI, harga minyak," katanya. Mengenai asumsi inflasi, Menkeu mengatakan, ekspektasi inflasi harus dikelola, agar menjadi lebih rendah dan stabil. "Menjadi tantangan pemerintah dan BI untuk membuat ekpektasi baik di masyarakat, pelaku bsnis, media massa untuk mendorong harga lebih stabil," kata Menkeu menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008