"Dari pertemuan itu, harus segera diputuskan vocal point yang mewakili Indonesia di dalam semua hal terkait perlindungan konsumen. Indonesia juga dianggap belum memiliki pengalaman menangani cross border dispute," ujar Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Ardiansyah Parman di Jakarta, Rabu.
Untuk memperkuat daya dorong perlindungan konsumen bagi pertumbuhan ekonomi nasional, BPKN mengusulkan penguatan instrumen pengaturan dan perlindungan konsumen, terutama yang berkaitan dengan ekonomi digital.
Usulan tersebut antara lain adanya Undang-Undang Kerahasiaan Data Pribadi, Kebijakan Perdagangan melalui Sistem Eletronik dan strategi ekonomi digital yang mumpuni bagi masyarakat.
"Kita harus segera menyusun regulasi yang terkait tentang itu," kata Ardiansyah.
Selain itu, pemerintah harus dapat membangun kepercayaan pasar untuk bertransaksi dengan menghadirkan UU dan kebijakan yang memberikan kepastian hukum.
Hal ini, menurut Ardiansyah, sangat penting karena akan berimbas positif dalam menumbuhkan kepercayaan pasar atas produk dan jasa Indonesia di pasar internasional.
"Percaya diri bertransaksi ini menjadi landasan penting ketika membangun consumer protection," ujar dia.
Tidak hanya itu, BPKN juga mendorong kemitraan, kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha maupun pemangku kepentingan.
"Urusan perlindungan konsumen bukan satu, dua instansi. Kolaborasi harus kita lakukan baik di level nasional, maupun internasional," ujar Ardiansyah.
Dalam sidang tersebut, Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN Anna Maria Tri Anggraini mengatakan delegasi RI menjawab 19 pertanyaan dari delegasi reviewer dan anggota UNCTAD lain.
Sidang berfokus pada tujuan dan upaya lebih melindungi hak-hak konsumen, kepastian hukum, mengklarifikasi tanggung jawab dan mekanisme pemulihan hak konsumen, serta penyesuaian dengan pengembangan ekonomi digital.
"Terakhir, memastikan akses data pengaduan konsumen dan pemulihan hak dari konsumen," kata Anna.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019