Mataram (ANTARA) - Seorang mantan penghuni Ruang Tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Icin, yang tersandung kasus narkoba mengakui telah memberikan uang kepada terdakwa penerima suap, Kompol Tuti.
Pengakuan dari mantan penghuni Rutan Polda NTB yang kini telah berstatus narapidana di Lapas Mataram itu diungkapkan dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Rabu.
Baca juga: Pengadilan Mataram gelar sidang perdana Kompol Tuti
Baca juga: Kompol Tuti tidak ajukan eksepsi terhadap dakwaan suapnya
Baca juga: Komisi Yudisial akan pantau sidang terdakwa pungli rutan
"Karena saat itu yang ada uang Rp100 ribu, jadinya cuma segitu yang saya berikan. Sisanya saya janji akan lunasi pada saat kunjungan keluarga, tapi sampai sekarang tidak pernah bayar, karena tidak pernah ditagih," kata Icin.
Uang yang diberikan kepada terdakwa Kompol Tuti ketika masih aktif menjabat Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB, jelasnya, untuk mendapatkan izin menggunakan telepon genggam di dalam rutan.
"Jadi setelah saya berikan uang, saya dikasih izin untuk menggunakannya di dalam rutan," ujarnya.
Dalam rangkaian kesaksiannya, Icin menjelaskan bahwa telepon genggam didapatkan dari seorang rekan tahanannya bernama Firman. Dia membeli telepon genggam merk Nokia yang kemudian diganti dengan Evercross itu seharga Rp230 ribu.
"Saya beli dari rekan tahanan satu kamar, namanya Firman, saya belinya seharga Rp230 ribu," ucapnya.
Namun belakangan setelah telepon genggam itu sudah dalam penguasaannya, kepala blok tahanan yang berada di lantai dasar Gedung Dittahti Polda NTB itu menyarankan Icin untuk meminta izin lebih dulu ke terdakwa Kompol Tuti.
"Kepala blok tahanan waktu itu Samsul, tahanan juga, dia bilang ke saya kalau mau bawa HP (handphone), menghadap dulu ke depan (terdakwa Kompol Tuti)," katanya.
Dalam kesaksian lainnya, Icin di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri, mengaku melihat sebagian tahanan juga menggunakan fasilitas yang dilarang digunakan di dalam rutan tersebut.
"Ada sebagian yang saya lihat pegang HP juga, kepala blok juga bawa," ucapnya.
Selain Icin, saksi lainnya yang turut dihadirkan adalah Saifudin, mantan penghuni Rutan Polda NTB yang sudah berstatus narapidana di Lapas Mataram karena kasus narkoba.
Kepada Majelis Hakim, Saifudin alias Abu ini mengaku diminta terdakwa Kompol Tuti untuk membayar matras yang dia bawa masuk ke dalam kamar tahanan. Kalau tidak membayar, matrasnya akan disita dan Saifudin diancam akan dipindahkan ke sel tikus.
"Jadi setelah dia tahu saya pakai matras, saya dipanggil dan dimintakan bayaran," kata Saifudin.
Besaran uang yang diminta terdakwa sebesar Rp750 ribu. Karena takut dengan ancaman, saksi Saifudin memberikan uang panjar Rp500 ribu dan Rp250 ribu sisanya akan dibayar belakangan.
"Uangnya yang Rp500 ribu itu saya titipkan lewat petugas Peminal (Pengamanan Internal) Polri," ujarnya.
Usai mendengarkan keterangan kedua saksi, Majelis Hakim mempersilakan terdakwa Kompol Tuti memberikan tanggapan.
Dalam tanggapannya, terdakwa Kompol Tuti membantah keterangan kedua saksi dan menyatakan bahwa dirinya tidak mengenal apalagi menerima uang dari mereka.
Usai mendengar tanggapan terdakwa, Majelis Hakim menyatakan sidang ditutup dan dilanjutkan pada Rabu (31/7) pekan depan, dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019