defisit BPJS Kesehatan tidak hanya dialami Indonesia, tapi negara seperti Taiwan juga mengalaminya
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Vunny Wijaya, mengatakan kenaikan premi dapat mengatasi defisit anggaran yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Premi kita ini masih tergolong rendah dibanding Vietnam, di sana premi terendahnya itu sekitar Rp37 ribu," kata Vunny kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Dia juga mengharapkan pemerintah pusat agar mempertimbangkan kenaikan premi bagi peserta non-Penerima Bantuan Iuran (non-PBI) yang membayar secara mandiri.
Vunny menyebut bahwa defisit BPJS Kesehatan tidak hanya dialami Indonesia, tapi negara seperti Taiwan juga mengalaminya. Dua negara memiliki penyebab yang sama dengan jumlah pasien penyakit berat terus bertambah.
Langkah yang dapat diambil, kata dia, yaitu menaikkan premi secara berkala. "Premi BPJS naik, itu sudah risiko. Mau tidak mau harus kembali pada prinsip penyelenggaraan BPJS Kesehatan, yaitu kegotong-royongan," kata dia.
Peserta, kata dia, menjadi ujung tombak keberhasilan dan keberlanjutan program BPJS Kesehatan.
"Saya sangat berharap Presiden Jokowi, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan para pemangku kepentingan terkait dapat segera memutuskan jumlah kenaikan premi. Jika tidak, hal ini akan berimbas pada pelayanan kesehatan yang diberikan untuk pasien," katanya.
Vunny mengatakan adanya BPJS Kesehatan telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berobat. Jumlah pasien secara signifikan naik. Biaya yang dikeluarkan juga semakin meningkat, salah satunya untuk mengobati penyakit berat seperti jantung dan kanker.
Namun, kata dia, defisit BPJS Kesehatan terus meningkat. Suntikan dana tambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga belum mampu mengatasi defisit. Pada akhir tahun, defisit diperkirakan mencapai sekitar Rp28 triliun.
Baca juga: PERSI: Defisit BPJS Kesehatan berdampak terhadap pelayanan kesehatan
Baca juga: Rp344 T untuk layanan kesehatan dalam lima tahun
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019