Jakarta (ANTARA News) - Hari raya Paskah belum lagi tiba, namun suasana di Makam Syekh Yusuf yang terletak di salah satu sudut Macassar, Cape Town, Afrika Selatan, telah tampak riuh siang itu di pertengahan Maret 2008. Di halaman suatu bangunan berkubah hijau yang bertengger di puncak bukit kecil itu, puluhan orang bersetelan jas warna gelap tampak lalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Tanpa mempedulikan sisa angin laut yang bertiup sepoi-sepoi mengikis lapisan pasir yang menutupi tanah dan membawa hawa dingin yang menusuk, beberapa dari mereka yang tampak berdiri mengawasi sekeliling dengan tatapan penuh kewaspadaan. Hal itu terlihat kontras dengan sebagian yang lain yang sibuk mengabadikan gambar melalui kamera atau sekedar duduk-duduk dengan wajah lelah. Sementara itu, di pintu bangunan persegi berkubah hijau itu sejumlah pekerja televisi sibuk mengabadikan kejadian yang terjadi di dalam ruangan. Dalam ruangan yang tidak begitu lebar itu, di sekeliling sebuah nisan yang ditutup dengan kain warna putih yang berpagar besi keemasan, beberapa orang pria berdiri saling merapat karena sempit. Suasana yang tertangkap dalam ruangan berlantai balok-balok batu itu tampak haru dan khitmad. Kemudian dengan mata berkaca-kaca salah seorang pria yang mengenakan jas hitam dengan sweater gelap serta peci warna senada berbisik kepada sejumlah orang yang ada di sisinya. "Beliau adalah pahlawan besar." Semua orang mengamini kata-kata yang diucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam ziarah di makam salah satu pahlawan di era 300 tahun lalu itu. Syekh Yusuf adalah pahlawan besar, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga Afrika Selatan. Gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Afrika Selatan yang diwujudkan melalui Oliver Thambo Award pada 2005 mempertegas status itu. Di Indonesia Syehk Yusuf -- Abadin Tadja Tjoessoep adalah keponakan Raja Goa -- dikenal sebagai salah satu tokoh legendaris yang gigih mengusir penjajah Eropa dari bumi Makasar, Indonesia, ratusan tahun lalu. Sepak terjangnya yang gigih menggetarkan hati Belanda yang kemudian menangkap dan mengasingkannya -- mula-mula ke Sri Lanka lalu kemudian ke Kaapstaad (yang dikenal sebagai Cape Town setelah diambil alih Inggris pada 1806). Namun, siapa sangka jika setibanya di Kaapstaad pada 2 April 1694, Syekh Yusuf bersama dengan 49 pengikutnya mendirikan Kampung Macassar dan aktif menyebarkan dakwah Islam --orang pertama yang menyebarkan Islam di Afrika Selatan-- serta kesadaran untuk merdeka bebas dari penjajahan. Bahkan Bapak Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang berhasil membebaskan Afrika Selatan dari politik apartheid mengaku terinspirasi oleh perjuangan Syekh Yusuf. Kampung Macassar terletak di Distrik Stellenbosch, kawasan perkebunan anggur yang indah, sekitar 40 kilometer dari jantung kota Cape Town. Makam Syekh Yusuf banyak dikunjungi orang terutama menjelang Musim Haji. Dan setiap Paskah ada tradisi untuk menghormati tokoh legendaris itu. Kebiasaan itu berasal dari ratusan tahun lalu, ketika para pekerja perkebunan hanya mendapat libur dari penjajah. Kedekatan hubungan Batavia dengan Kaapstaad menjadikan banyak pejuang-pejuang Indonesia yang diasingkan ke kota pelabuhan yang terletak di pertemuan dua samudra itu -- Hindia dan Atlantik -- sehingga puluhan tahun setelahnya komunitas Melayu mencapai jumlah 800 ribu orang dari 3,27 juta penduduk. Perkampungan-perkampungan itu terkonsentrasi di Bo-Kaap, Salt River, Woodstock, Michels Plain Athlone dan Gatesville. Akan tetapi sebuah ramalan 250 tahun yang dipercaya warga Cape Town secara turun temurun menyebutkan bahwa sebuah lingkaran Islam akan mengelilingi Cape Town. Ramalan itu saat ini diterjemahkan sebagai lingkaran Kramat atau tempat dimana para orang suci dimakamkan. Mereka rata-rata adalah para pemuka agama Islam dari Indonesia. Secara keseluruhan ada 23 Kramat di Western Cape --12 di Cape Town, 4 di pinggiran kota Cape Town dan 7 di selatan Cape Town-- yang berawal dari Kramat di puncak bukit Signal Hill, lalu berlanjut ke Oude Kraal di luar Camps Bay dan berputar mengelilingi gunung ke Constantia, Tokai, Zandvleit (kampung Maccasar), dan berakhir di Robben Island. Kerjasama masa kini Tali sejarah antara Indonesia dan Afrika Selatan juga diakui secara khusus oleh Presiden Afr5ika Selatan Tambo Mbeki. Dalam jamuan makan malam kenegaraan untuk menghormati Presiden Yudhoyono di Pretoria awal pekan ini, pemimpin tertinggi Afrika Selatan itu menyampaikan terima kasih atas kontribusi Indonesia pada kemerdekaan di negeri itu. "Hubungan antara Afrika Selatan dan Indonesia didasari oleh hubungan sejarah, darah dan kebudayaan sejak abad 17 lalu, masa dimana penjajah masih mempraktikkan perbudakan, sehingga sekitar 3.000 warga Jawa diterbangkan ke Afrika Selatan," katanya. Menurut Mbeki, di antara para tahanan itu banyak terdapat tahanan politik yang kemudian mengobarkan semangat warga Afrika Selatan untuk merdeka, salah satunya yang terkenal adalah Sheikh Yusuf. Semangat perjuangan yang telah dikobarkan pemimpin-pemimpin besar dari Indonesia di abad 17 itu kemudian, lanjut dia, kembali dihidupkan oleh para pemimpin muda Indonesia pada 1955 melalui Konferensi Asia Afrika. "Afrika Selatan sangat bangga dan berterima kasih atas sambutan Indonesia sehingga dapat turut berpartisipasi di Bandung pada 1955, sebuah pertemuan yang menginspirasi hampir seluruh orang di Asia dan Afrika untuk merdeka," katanya. Sementara itu, Presiden Yudhoyono dalam kesempatannya berdialog dengan warga keturunan Indonesia di Kampung Maccasar mengatakan bahwa pemerintah Indonesia akan memperkuat hubungan antar individu dengan masyarakat keturunan Indonesia di Afrika Selatan. Pada dialog yang dilangsungkan di Masjid Nurul Latief itu Presiden berkomitmen untuk memberikan beasiswa bagi para pelajar asal Afrika Selatan yang ingin belajar kebudayaan Indonesia serta bantuan perpustakaan yang berisi buku-buku tentang Indonesia untuk mendekatkan masyarakat kedua negara. Khusus tentang Sheikh Yusuf, Presiden telah meminta sejumlah cendekiawan Indonesia untuk mengalihbahasakan biografi Sheikh Yusuf ke dalam Bahasa Inggris sehingga dapat dimengerti oleh seluruh warga Afrika Selatan. "Pemerintah Indonesia juga mengundang para tokoh Afrika Selatan untuk berkunjung ke Indonesia," kata Presiden Yudhoyono yang mengaku mengantongi 26 nama para tokoh Afrika Selatan yang memiliki darah Indonesia, salah satunya adalah gubernur Western Cape, Ebrahim Rossul yang nenek moyangnya berasal dari Sleman, Yogyakarta. Pada kunjungan kerja, itu pemerintah kedua negara juga telah menandatangani kesepakatan pembentukan komisi bersama untuk meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara di sejumlah bidang. Jika benar hubungan darah jauh lebih kental dari apapun juga maka kedua negara patut berterima kasih pada Sheikh Yusuf yang ratusan tahun lalu mempelopori untuk merajut benang persahabatan antara dua negara. (*)
Oleh Oleh Gusti NC Aryani
Copyright © ANTARA 2008