Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai sejumlah substansi dalam Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) berpotensi menghambat kegiatan bisnis dan menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha.
"Aktivitas usaha juga dikhawatirkan sulit berkembang dan kemungkinan terjadinya 'barriers to entry' yang menyebabkan layanan kepada masyarakat tidak tersedia," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani pada konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Hariyadi menjelaskan telah melakukan peniaian dampak regulasi dan menemukan sejumlah resiko jika draft RUU SDA tersebut diterbitkan. Aspirasi dari dunia usaha dinilai dapat menyempurnakan substansi dari RUU SDA saat ini.
RUU SDA ini akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) dan Pemerintah pada 25 Juli 2019. Menurut dia, pembahasan dalam Panja ini cukup penting karena setelahnya akan diparipurnakan pada masa bakti DPR.
Beberapa subtansi RUU SDA yang menjadi perhatian APINDO, di antaranya mengenai definisi fungsi air, di mana APINDO berpendapat perlunya keselarasan fungsi air secara sosial dan ekonomi.
Sejumlah substansi pasal dalam RUU SDA harus diubah, termasuk bunyi penjelasan dalam pasal 51 ayat 1 terkait dengan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Hariyadi menekankan batang tubuh pasal 51 dan penjelasannya secara tegas harus memisahkan fungsi sosial dan fungsi ekonomi dari air.
SPAM atau air perpipaan merupakan kewajiban Pemerintah dalam memenuhi air untuk kebutuhan sehari-hari untuk makan, minum, memasak, mandi, mencuci pakaian, membersihkan hajat dan menjalankan kegiatan keagamaan. Jadi SPAM atau air perpipaan merupakan perwujudan fungsi sosial air.
Sementara itu, AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) merupakan salah satu produk industri makanan dan minuman olahan yang menggunakan air sebagai bahan baku. Jadi AMDK adalah salah satu perwujudan fungsi ekonomi air. Sehingga AMDK dan SPAM air perpipaan tidak mungkin disamakan.
Apindo menilai jika AMDK disamakan dengan SPAM sehingga kemudian AMDK Swasta dilarang menggunakan air sebagian bahan baku, akan mematikan ratusan pelaku usaha dan ribuan tenaga kerja serta menghilangkan kepercayaan investor dan kepastian berusaha industri di Indonesia.
"Dampak ekonomi yang sangat yang sangat besar harus ditanggung negara terkait penutupan ataupun pengambilalihan oleh negara terhadap AMDK swasta," kata Hariyadi.
Selain itu, adanya aturan pada pasal 47 huruf (g) untuk menyisihkan paling sedikit 10 persen dari laba usaha untuk konservasi SDA juga memberatkan pelaku usaha industri dan berpotensi menambah tekanan dalam kegiatan penyelenggaraan usaha. Hal itu mengingat saat ini industri telah dikenakan sejumlah biaya penggunaan SDA.
Adanya jaminan bank garansi untuk menempatkan dana 10 persen dari keuntungan usaha juga menjadi beban bagi dunia usaha sehingga APINDO menilai hal ini harus ditiadakan.
Substansi lainnya, yakni pasal 63 ayat (f) dan (g) berpotensi melarang industrí makanan dan minuman dan setiap pelaku usaha untuk melaksanakan perlindungan aset vital sumber daya air.
Ketentuan pasal di atas berpotensi menimbulkan beberapa permasalahan, terlebih lagi jika sumber daya air merupakan bagian penting pemenuhan standar sertifikasi keamanan dan kualitas produk yang dihasilkan industri sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan nasional dan internasional.
Pasal tersebut berpotensi mengganggu sistem suplai air yang telah diterapkan dalam kegiatan operasional industri dan meningkatkan risiko akibat adanya pengaliran air yang tidak bisa dlkontrol yang disebabkan pengambilan air tanpa batas oleh masyarakat.
Apindo berharap Pemerintah dapat melakukan penyempurnaan substansi RUU SDA yang menjamin keberlangsungan kegiatan usaha demi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Ketua DPR berharap RUU SDA cepat selesai dibahas dan diundangkan
Baca juga: RUU Sumber Daya Air jamin kebutuhan air warga
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019